“Pasar juga cemas perlambatan ekonomi Indonesia di tengah perlambatan indeks manufaktur Indonesia dan tingginya inflasi,” ungkap dia.
Selain itu, permintaan valuta asing (valas) domestik yang berasal dari korporasi masih tinggi di tengah pasokan yang terbatas.
Hal tersebut mendorong meningkatkan ketidakseimbangan di pasar valas domestic yang pada akhirnya membuat apresiasi terhadap rupiah menjadi sangat terbatas.
Sentimen negatif juga datang dari pernyataan European Central Bank (ECB) dan Bank of England (BoE) yang mempertahankan suku bunga rendahnya.
Kebijakan tersebut memukul euro dan sterling sehingga anjlok tajam terhadap dollar AS, sehingga berdampak negatif ke rupiah, Dollar AS kata dia semakin perkasa setelah rilis positif klaim pengangguran dan Indeks Manufaktur AS.
Pasar kembali yakin dengan potensi pengurangan stimulus moneter The Fed dalam waktu dekat. Apalagi, jika ternyata Non-Farm Payrolls AS naik signifikan.
“Positifnya data ekonomi AS mendorong penguatan dollar AS. Penguatan dollar AS ini memberikan tekanan terhadap mata uang Asia lainnya, termasuk mata uang rupiah,” pungkas dia.
Komentari tentang post ini