Oleh: Dimas Ardhinugraha
Pandangan terhadap pasar obligasi membaik seiring dengan berakhirnya siklus kenaikan suku bunga Bank Indonesia (“BI”) dan potensi kebijakan Fed Funds Rate yang lebih akomodatif.
Kedua katalis ini dapat mendorong penguatan pasar obligasi lebih lanjut.
Secara historis, pasar obligasi Indonesia menawarkan potensi kinerja yang menarik menyusul jeda kenaikan suku bunga.
Selanjutnya Dimas membahas peluang investasi di pasar obligasi pada akhir siklus kenaikan suku bunga.
Kawasan Asia menyimpan potensi
Dampak pengetatan moneter secara agresif di 2022 baru tercermin pada ekonomi riil di 2023.
Volatilitas pasar di kuartal pertama 2023 memperkuat pandangan strategis bahwa fluktuasi pasar masih akan tinggi di sepanjang semester pertama tahun 2023.
Sentimen pasar diperkirakan dapat membaik di semester kedua tahun 2023 seiring dengan kondisi pelemahan ekonomi telah dicerna oleh pasar dan perhatian beralih menuju potensi kondisi moneter yang lebih akomodatif.
Kawasan Asia layak untuk dicermati. Daya tarik Asia didukung oleh pelemahan USD seiring siklus suku bunga The Fed sudah mendekati puncaknya.
Selain itu, ekspektasi pelemahan ekonomi di kawasan negara maju menjadikan kawasan Asia relatif lebih menarik.
International Monetary Fund (IMF) telah merevisi naik proyeksi pertumbuhan PDB Asia di 2023 menjadi 4,6%, dengan salah satu faktor pendorongnya yaitu pemulihan ekonomi China yang lebih baik dari ekspektasi.
Masuknya dana asing ke pasar domestik
Optimisme terhadap prospek pertumbuhan ekonomi domestik masih tetap terjaga.
Arus dana asing sebesar Rp76 triliun (sumber: Bloomberg) masih terus mengalir ke pasar modal Indonesia dalam empat bulan pertama tahun ini, dimana sekitar 76% (Rp58 triliun) dari aliran dana tersebut masuk ke pasar obligasi pemerintah Indonesia.
Sentimen diharapkan semakin positif memasuki paruh kedua tahun 2023, didorong oleh inflasi domestik yang terkendali dan kondisi makroekonomi domestik yang stabil.
Harapan dari pasar obligasi
Pasar obligasi memiliki hubungan erat dengan outlook makroekonomi negara seperti inflasi, kebijakan suku bunga, stabilitas nilai tukar, dan arus dana asing.
Menariknya pasar obligasi Indonesia saat ini berada pada sweet spot di mana faktor-faktor tersebut pada kondisi yang suportif.
Inflasi domestik terus melandai, suku bunga sudah di level stabil, nilai tukar Rupiah yang kuat, dan terdapat arus dana asing yang masuk ke pasar obligasi.
Potensi katalis selanjutnya bagi pasar obligasi adalah ekspektasi pemangkasan suku bunga dari Bank Indonesia.
Langkah logis selanjutnya bagi bank sentral setelah mencapai puncak siklus kenaikan suku bunga adalah untuk melakukan pemangkasan suku bunga.
Dengan kondisi inflasi terjaga dan nilai tukar Rupiah yang stabil, maka terdapat ruang bagi Bank Indonesia untuk dapat melakukan pemangkasan suku bunga yang dapat menjadi katalis tambahan bagi pasar obligasi.
Investor yang ingin memanfaatkan peluang dari pasar obligasi dapat memanfaatkan reksa dana pendapatan tetap berdenominasi rupiah ataupun dolar AS.
Sebagai gambaran, pada periode Januari – April 2023, reksa dana pendapatan tetap berdenominasi rupiah Manulife Obligasi Unggulan (MOU) Kelas A memberikan imbal hasil sebesar 2,16%, melampaui tolok ukurnya (rata-rata bunga deposito 3 bulan di bank lokal +2% net setelah pajak) yang sebesar 1,21%. Pada periode yang sama, reksa dana pendapatan tetap berdenominasi dolar AS, reksa dana Manulife USD Fixed Income (MANUFIX) Kelas A memberikan imbal hasil sebesar 1,32%, melampaui tolok ukurnya (rata-rata bunga deposito USD 3 bulan di bank lokal +1% net setelah pajak) yang sebesar 0,72%.
Penulis adalah Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) di Jakarta
Komentari tentang post ini