JAKARTA– Pemasangan alat peraga baliho politik di area publik dinilai mengganggu.
Selain itu pesan komunikasi yang hendak disampaikan juga menjadi tidak efektif kepada konstituen.
“Di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, dan lain-lain, di mana informasi lebih mudah ditemukan, rasanya kurang masuk di akal jika baliho politik masih bertebaran di mana-mana. Segregasinya masih sangat miskin,” kata Content Creator sekaligus Founder Malaka Project Ferry Irwandi saat menjadi pembedah hasil #PraxiSurvey bertema Aspirasi dan Preferensi Mahasiswa pada Pemilu 2024 di Jakarta (22/1/2024).
Pendapat Ferry nyatanya sejalan dengan hasil survei Praxis PR yang mengungkap fakta bahwa hanya ada 21,08 persen mahasiswa yang masih menjadikan iklan OOH (Out of Home), seperti baliho, sebagai sumber informasi politik.
Survei Praxis PR ini dilakukan dengan dua metodologi, kuantitatif dan kualitatif.
Survei kuantitatif dilaksanakan pada 1-8 Januari 2024 kepada 1.001 mahasiswa dengan rentang usia 16-25 tahun dan dilakukan pada 34 provinsi di Indonesia.
Selanjutnya Praxis berkolaborasi dengan Election Corner (EC) Fisipol UGM guna mengkaji temuan kuantitatif dengan melakukan riset kualitatif pada 15 Januari 2024 melalui aktivitas Focus Group Discussion (FGD) dengan melibatkan empat akademisi dan mahasiswa perwakilan Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Mulawarman (Unmul), dan Universitas Nusa Cendana (Undana).
Komentari tentang post ini