Saat ini kata dia perbankan nasional sulit bersaing dan terkesan dijajah bank-bank asing di Indonesia akibat minimnya struktur permodalan. Karena itu, merger menjadi pilihan terbaik. “Kita harus konsolidasi. Disaat ekonomi kita kuat, kita lakukan merger untuk memperkokoh permodalan bank-bank kita,” jelas dia.
Sejauh ini, jelas Maruarar, ruang gerak bank-bank BUMN sangat dibatasi oleh pemerintah dan regulator perbankan di luar negeri. “Di Shanghai, Bank Mandiri tidak boleh bermain dengan mata uang China dan BNI juga kesulitan membuka cabang di negara lain,” ujar dia.
Kondisi tersebut, kata dia, justru bertolak belakang dengan yang terjadi di Indonesia. Di Indonesia, bank asing leluasa melakukan ekspansi hingga daerah. “Kita bukan anti asing, tetapi beri karpet merah kepada investor kita. Kalau kita memberi kelonggaran kepada bank asing, maka pemerintah harus mengupayakan agar mereka juga bisa memberikan kelonggaran buat bank kita,” papar Maruarar.
Menjelang pemberlakuan AEC 2015, ujar Maruarar, seharusnya pemerintah mampu untuk menggabungkan Bank Mandiri dengan BNI dan Bank BRI dengan Bank BTN. Perlunya ditempuh upaya merger bank BUMN tersebut, terang dia, berkaitan dengan usaha mengatasi kendala permodalan yang selama ini dikeluhkan bank BUMN, ketika akan bersaing di lingkup regional. “Jadi, sekarang ini kita harus berpikir untuk membuka banyak cabang di Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam atau pun sejumlah negara di ASEAN lainnya. Industri perbankan kita jangan hanya berfikir untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri, tetapi harus berani merambah ke negara lain,” tutur dia.
Komentari tentang post ini