JAKARTA-Langkah serius tengah diambil Pemerintah dalam mewujudkan capaian lifting minyak 1 juta barel oil per day (BOPD) dan lifting gas sebesar 12 billion standard cubic feet per day (BSCFD) di tahun 2030.
Salah satu upaya yang diambil adalah melalui pembentukan tim task force oleh Menteri ESDM pada masing-masing program.
“Untuk mendukung (target) itu telah dibentuk task force demi mempercepat produksi,” ungkap Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji dalam diskusi Migas Goes to Campus bertemakan “Menjawab Tantangan 1 Juta BOPD dan 12 BSCFD di Tahun 2030” di Jakarta, Selasa (5/10).
Terdapat 6 (enam) task force di masing-masing program untuk memonitoring, pengawsan hingga perencanaan pada program percepatan Plan of Development (POD), percepatan drilling, Enhanced Oil Recovery (EOR), Fiscal Insensitive, Migas Non Konvensional, dan Eksplorasi.
Menurut Tutuka, adanya tim task force membuat pemerintah semakin optimis dapat mencapai target tersebut dengan tetap mengendepankan keselamatan migas. Terlebih, konsumsi minyak Indonesia lebih besar dibandingkan produksi.
Sedangkan gas, kondisinya lebih baik dengan surplus produksi serta cadangan yang lebih besar.
Dengan tercapainya target produksi minyak 1 juta BOPD akan menekan impor minyak dari 1,1 juta BOPD menjadi 324.000 BOPD dan penghematan devisa dari 2021 hingga 2040 sebesar USD14,1 miliar per tahun.
Saat ini, Direktorat Jenderal Migas bersama SKK Migas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) telah mengidentifikasi profil produksi yang direncanakan dari masing-masing KKKS dan diketahui bahwa pada tahun 2030, total produksi minyak sekitar 1 juta BOPD.
“Tim dari Ditjen Migas sudah mengkonfirmasi ke KKKS dan menghasilkan profil tidak jauh dari 1 juta BOPD. Kemudian SKK Migas menambahkan menjadi 1 juta BOPD,” Tutuka menambahkan.
Pemerintah telah menyiapkan beberapa strategi peningkatan produksi yaitu program work routine seperti infill drilling/step out pada lapangan eksisting dan work over/well service.
Selain itu, dilakukan percepatan transformasi resources menjadi produksi, dengan mempercepat POD baru dan POD pending.
“Program peningkatan produksi juga dilakukan dengan penggunaan Enhanced Oil Recovery (EOR) seperti chemical EOR, CO2 Injection dan steamflood,” jelas Dirjen Migas.
Selain itu, pemerintah berencana menggeser lokasi eksplorasi dari yang semula fokus di wilayah Barat Indonesia ke wilayah Timur.
“Bagian Barat sudah sedemikan padat dieksploitasi dan eksplorasi, sedangkan bagian timur spotnya masih sedikit. Ini tantangan kita semua,” tegas Tutuka.
Upaya ini mendapat dukungan dari Dewan Pengawas Perkumpulan Ahli Keselamatan dan Keteknikan Minyak dan Gas Bumi Indonesia (PAKKEM) Waluyo.
Ia mengatakan, Badan Usaha/Bentuk Usaha Tetap pasti melakukan serangkaian kegiatan seperti peningkatan kapasitas demi mendukung target capaian tersebut.
Di sisi lain, peralatan atau aset migas dari proyek-proyek tersebut pasti ada yang sudah berusia tua.
Oleh karena itu, untuk menjaga keselamatan migas, perlu dilakukan inspeksi, evaluasi peralatan, serta analisa resiko.
“Dari analisa resiko itu kita bisa melihat apakah resiko dari kegiatan-kegiatan tersebut masih toleran atau tidak. Kalau seandainya masih toleran, maka bisa dilanjutkan. Tapi kalau tidak, maka harus dilakukan perlakuan resiko seperti renovasi dan perbaikan-perbaikan,” jelas Waluyo.
Cadangan Migas Bertambah
Optimisme pemerintah terhadap target produksi migas di tahun 2030 mulai nampak dari semakin membaiknya cadangan migas nasional.
Berdasarkan rilis resmi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), cadangan migas diperkirakan melampaui target di tahun 2021.
Tercatat sampai September 2021, capaian Reserve Replacement Ratio (RRR) telah memberikan tambahan cadangan migas sebesar 521 MMBOE atau setara dengan 83,3 persen dari keseluruhan target tahun 2021 sebesar 625 juta barel setara minyak atau MMBOE.
Deputi Perencanaan SKK Migas Benny Lubiantara menyatakan, dengan realisasi tersebut maka prognosa capaian RRR di bulan November 2021 akan mencapai sekitar 134 persen karena penambahan cadangan migas secara signifikan diperkirakan akan terjadi di dua bulan terakhir tahun 2021.
SKK Migas memperkirakan setidaknya capaian RRR di akhir tahun adalah sebesar 186 persen.
Bahkan bisa meningkat hingga 240 persen apabila usulan insentif disetujui oleh Pemerintah.
“Jika semuanya berjalan lancar maka diperkirakan di akhir tahun ini RRR bisa mencapai 240%. POD yang masih dalam proses pembahasan tersebut akan memberikan tambahan cadangan migas yang sangat besar,” kata Benny, Rabu (6/10).
Salah satu strategi peningkatan produksi migas yakni upaya mempercepat Resource to Production (R to P).
Keberhasilan pembahasan POD tidak hanya berdampak pada capaian RRR, tetapi juga langkah penting untuk upaya mencapai target produksi 1 juta barel minyak dan gas 12 bscfd gas pada 2030.
Menghadapi hal tersebut, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi mengungkapkan apresiasi terhadap capain tersebut.
“Ini jadi modal berarti buat mencapai apa yang sudah kami targetkan terhadap produksi migas di tahun 2030. Kementerian tengah koordinasi dengan Kementerian Keuangan. Kita sedang siapkan satu proposal ke untuk bisa memberi keringanan fiskal lebih lanjut,” ungkap Agung.
Sebagai informasi, RRR adalah perbandingan penambahan cadangan terbukti migas terhadap produksi secara keseluruhan pada relatif tahun tertentu.
RRR dapat dinyatakan dalam persen. Nilai RRR minimal supaya cadangan tidak habis yaitu 100%, yang artinya setiap dilakukan produksi sebanyak 1 satuan berat, ditemukan cadangan baru sebanyak 1 satuan berat pula.
Semakin besar nilai RRR, maka semakin besar jumlah cadangan yang dimiliki suatu negara.
Komentari tentang post ini