“(Kita) juga memberikan dukungan fiskal melalui seperangkat insentif fiskal untuk program perumahan, kemudian melalui belanja negara kita membelanjakan sejumlah subsidi selisih bunga dan subsidi bantuan uang muka, lalu kita membuat desain pembiayaan melalui dana bergulir FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan), penyertaan modal negara pada PT. SMF, TAPERA dan yang lain,” jelas Wamenkeu.
Wamenkeu melanjutkan, insentif fiskal pada sektor perumahan didesain dalam beberapa lapis. Lapisan pertama adalah untuk kelompok ekonomi bawah yang bentuknya adalah pembebasan PPN bagi rumah sederhana, yang setiap tahunnya batasan harga rumah sederhana ini disesuaikan.
Lapis yang kedua adalah pembebasan PPN atas rumah susun sederhana milik yang perolehannya melalui pembiayaan kredit atau pembiayaan bersubsidi. Batasan harga rumah susun sederhana milik ini tidak boleh lebih dari Rp250 juta dan penghasilan pemilik sebagai Wajib Pajak tidak boleh lebih dari Rp7 juta perbulan.
Lapis ketiga insentif fiskal adalah adanya pembebasan PPh untuk pengalihan tanah dan bangunan yang masuk di dalam beberapa kategori. Kategorinya yaitu objek pajak yang mempunyai penghasilan dibawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang melakukan pengalihan tanah/bangunan dengan jumlah bruto kurang dari Rp60 juta, objek pajak dan Badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah/bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dan kegiatan keagaaman serta sosial, pengalihan harta berupa tanah/bangunan karena waris, dan obyek pajak/Badan yang tidak termasuk Subjek pajak yang melakukan pengalihan harta berupa tanah/bangunan.
Komentari tentang post ini