JAKARTA-Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Kependudukan, Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Yanu Endar Prasetyo menyatakan, kelangkaan pasokan dan tingginya harga beras di pasaran dipengaruhi sejumlah faktor, di antaranya alih fungsi lahan secara massif, perubahan iklim, demografi seperti usia petani di atas 55 tahun, serta harga pupuk yang tinggi.
“Faktor-faktor itu menjadi ancaman produktivitas pertanian, termasuk beras,” kata Danu di Jakarta, Senin (26/2/2024).
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), Yanu menjelaskan, bahwa pada tahun 2022, sekitar 98,35% penduduk Indonesia mengonsumsi beras.
Fakta ini menunjukkan, beras berperan vital pada pola makan masyarakat Indonesia.
“Pada bulan September 2023, rata-rata konsumsi beras per kapita di Indonesia sebesar 6,81 kg per bulan. Namun, terdapat perbedaan dalam pola konsumsi antara masyarakat perkotaan dan perdesaan. Masyarakat perkotaan mengonsumsi rata-rata 6,37 kg per bulan, sedangkan masyarakat pedesaan mengonsumsi rata-rata 7,41 kg per bulan. Perbedaan ini mungkin dipengaruhi faktor aksesibilitas, kebiasaan makan, dan preferensi lokal,” jelas Yanu.
Ia mengatakan, di hilir penurunan produktivitas beras ditandai berhenti beroperasinya penggilingan padi berskala kecil dan besar.
Hal ini, kata dia, menjadi persoalan yang harus diselesaikan, karena penggilingan padi berperan krusial dalam menjalankan fungsi penyimpanan dan distribusi beras, baik di tingkat lokal maupun nasional.
Komentari tentang post ini