Hal ini penting agar penegakan hukum tidak justru membebani pemerintah karena dampak kasus Jiwasraya yang dikorupsikan telah terasa di pasar modal.
Padahal, tidak semua yang mengandung kerugian negara adalah korupsi atau melawan hukumnya harus bersifat pidana, bukan perdata.
“Kurun waktu 2008-2018 PT Asuransi Jiwasraya tidak rugi. Kalaupun misalnya ada kerugian itu kerugian nasabah, gagal bayar kepada nasabah dan kalau JPU mau menghitung, harusnya dihiutng di akhir tahun 2018 saat para Direksi ini selesai menjabat,” tegasnya.
Dia mengatakan dalam menentukan kerugian negara harus per person, tidak bisa di total bersama-sama.
Sebab, pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana tidak dikenal tanggung renteng.
Demikian juga, dalam menghitung kerugian negara dalam kasus Jiwasara.
“Tidak bisa menggunakan metode total loss,” terangnya.
Pasalnya, saham dan efeknya masih di PT Asuransi Jiwasraya sekarang, sehingga tidak nyata dan tidak pasti.
Karena itu, perbuatan direksi PT Asuransi Jiwasraya merupakan bagian pelaksanaan dari anggaran dasar PT Asuransi Jiwasraya, yang telah dilakukan secara proper dan mendapatkan pembebasan tanggung jawab pemegang saham dalam RUPS.
“Dan itu dilindungi UU,” tegasnya.