JAKARTA – pengembangan energi baru terbarukan (EBT) membutuhkan komitmen kuat dan bahkan perlu intervensi lebih jauh dari pemerintah.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Lembaga Riset Independen untuk Bidang Ekonomi Energi dan Pertambangan ​​​Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Selasa (20/8).
Komaidi menyatakan bahwa banyak pengembang EBT di Indonesia dihadapkan pada kondisi pasar yang tidak seimbang dan situasi “risiko tinggi, imbal hasil rendah”.
Ia juga mengungkapkan saat ini banyak pengembang EBT yang kesulitan menjual produknya karena hanya ada satu pembeli utama, yakni PLN.
Kondisi itu membuat posisi tawar pengembang menjadi lemah dan sulit untuk mendapatkan harga yang wajar.
“Pengembangan EBT sekarang ini adalah high risk, low return. Mau jualan, tetapi dihadapkan pada single buyer. Ini yang saya kira harus kita sadari bersama termasuk pengambil kebijakan agar (pengembangan EBT) bisa high risk, high return,” katanya.
Komaidi memberikan usulan agar pemerintah melakukan intervensi dalam pengembangan EBT, termasuk intervensi terhadap BUMN kelistrikan, yaitu PLN.
Komentari tentang post ini