Apabila PLN tidak mampu menyerap seluruh listrik yang dihasilkan, pemerintah perlu memfasilitasi mekanisme power wheeling agar pengembang EBT dapat menjual listriknya ke pihak lain, ujar dia.
Power wheeling merupakan mekanisme transfer energi listrik dari pembangkit swasta ke fasilitas operasi milik negara/PLN dengan memanfaatkan jaringan transmisi/distribusi PLN.
“Kalau memang tidak bisa power wheeling, pemerintah harus memberikan subsidi. Jadi harus ada jaminan bahwa listrik yang diproduksi oleh pengembang EBT itu 100 persen harus diserap, kalau tidak dibantu itu tidak akan berkembang,” jelasnya.
Upaya untuk mengembangkan EBT menghadapi tantangan karena hingga saat ini belum ada undang-undang yang spesifik yang mengatur pengembangan energi terbarukan.
Padahal, pemerintah memiliki target bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025.
Capaian EBT pada 2023 baru mencapai 13,09 persen.
Kendati begitu, pemerintah saat ini intensif melakukan pembahasan dan penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan dengan DPR, yang diharapkan menjadi regulasi yang komprehensif untuk menciptakan iklim pengembangan energi EBT yang berkelanjutan dan adil.
Sebelumnya, pemerintah telah meluncurkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan EBT Untuk Penyediaan Tenaga Listrik sebagai salah satu upaya menarik lebih banyak investasi dalam pengembangan energi terbarukan.