JAKARTA-Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya memutuskan menolak permohonan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) untuk menurunkan batas usia capres dan cawapres dari 40 tahun menjadi 35 tahun.
MK berpendapat seluruh dalil-dalil permohonan yang diajukan Pemohon tidak beralasan hukum, karena itu tegas menolak permohonan tersebut.
“MK masih mempunyai integritas sebagai penjaga supremasi konstitusi,” ujar Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra.
Meskipun demikian, putusan MK memang tidak bulat. Terbukti, dua dari sembilan hakim MK, yakni Suhartoyo dan M. Guntur Hamzah, mempunyai pendapat yang berbeda.
Suhartoyo berpendapat Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum atau “legal standing” sehingga MK seharusnya menyatakan tidak berwenang memeriksa pokok perkara.
Sementara M. Guntur Hamzah berpendapat bahwa permohonan seharusnya dikabulkan sebagian sebagai “inkonstitusional bersyarat” yakni, calon presiden dan wakil presiden dikabulkan berusia 35 tahun dengan syarat pernah menjadi pejabat negara yang dipilih secara langsung oleh rakyat, termasuk kepala daerah.
Sementara, Ketua MK Anwar Usman, yang merupakan ipar Presiden Joko Widodo dan paman dari Gibran Rakabuming Raka yang diduga berkepentingan dengan permohonan, nampaknya ternyata sependapat dengan mayoritas hakim MK.
Atau mungkin juga Anwar tidak ikut memeriksa dan memutus permohonan, karena disebutkan putusan diambil oleh delapan hakim Konstitusi yang dipimpin Saldi Isra. Anwar mungkin hanya memimpin sidang pembacaan Putusan.
Dugaan bahwa Anwar, Jokowi, Gibran, dan bahkan Kaesang yang belakangan menjadi Ketua PSI sebagai Pemohon akan menjadikan MK sebagai “Mahkamah Keluarga” ternyata tidak terbukti.
“Dengan Putusan ini, MK dapat memosisikan diri sebagai penjaga konstitusi dan tidak mudah diintervensi oleh siapa pun juga,” pungkasnya.
Komentari tentang post ini