JAKARTA-Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan 702 kasus ketidakpatuhan terhadap perundang- undangan dengan nilai potensi kerugian negara mencapai Rp 5,26 triliun.
Temuan ini terungkap saat BPK melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas 81 entitas dalam pemeriksaan semester I tahun 2012.
“Dari total temuan tersebut, sebanyak 422 kasus merupakan temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang- undangan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian dan kekurangan penerimaan senilai Rp 3,62 triliun “ ujar Ketua BPK, Hadi Poernomo dalam penyampaian laporan hasil pemeriksaan semester I tahun 2012 kepada DPR, Selasa ini ( 2/10).
Temuan ketidakpatuhan itu terjadi pula di lingkungan BUMN sebanyak 63 kasus, sehingga mengakibatkan kerugian, potensi kerugian dan kekurangan penerimaan senilai Rp 2,50 triliun.
Kasus tersebut antara lain kekurangan penerimaan yang berasal dari koreksi perhitungan bagi hasil KKKS (kontrak karya kerja sama sebanyak 24 kasus senilai Rp 487,93 miliar.
Untuk itu, BPK merekomendasikan kepada entitas yang bersangkutan untuk segera mengoreksi perhitungan bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Menurut Ketua BPK, terdapat 2 temuan siginifikan yang perlu menjadi perhatian pemangku kepentingan yakni soal perjalanan dinas dengan total nilai Rp 77 miliar dan soal nomor induk kependudukan ( NIK) senilai Rp 72 miliar.
Khusus untuk perjalanan dinas di pemerintah pusat dan daerah ditemukan 259 kasus senilai Rp 77 miliar.
Dari total kerugian negera tersebut sebanyak 86 kasus senilai Rp 40,13 miliar merupakan perjalanan dinas fiktif dan sebanyak 173 kasus senilai Rp 36,87 miliar merupakan perjalanan dinas ganda atau melebihi standar yang ditetapkan
Perjalanan dinas fiktif dan ganda tersebut ditenggarai oleh adanya biro perjalanan yang meyediakan tiket palsu,boarding pass palsu dan bill hotel palsu.
Hal itu juga didukung oleh pengendalian oleh atasan yang lemah serta pejabat terkait tidak memferifikasi bukti pertanggungjawaban secara memadai.
Sedangkan temuan terkait program penerbitan NIK dan penerapan KTP elektronik berbasis NIK nasional pada tahun 2011, BPK menemukan bahwa program itu tidak efektif dan pelaksanaan pengadaan e- KTP belum sepenuhnya mematuhi Peraturan Presiden no 54 tahun 2010.
Untuk ketidak efektifan tsb, BPK menemuan 16 kasus senilai Rp 6,03 miliar, ketidakhematan sebanyak 3 kasus senilai Rp 605,8 Juta .
Untuk ketidakpatuhan yang mengakibatkan indikasi kerugian negera sebanyak 5 kasus senilai Rp 36, 41 miliar dan potensi kerugian negera sebanyak 3 kasus senilai Rp 28,90 miliar .
Permasalahan tersebut disebabkan karena konsorsium perusahaan kontraktor e –KTP tidak dapat memenuhi jumlah pencapaian KTP elektironik tahun 2011 yang telah ditetapkan dalam kontrak.
“Dalam kontrak disebutkan, program e- KTP ditargetkan membuat e- KTP sebanyak 67 juta, namun sampai 31 Desember 2011 hanya mencapai 1,2 Juta e- KTP, dan baru 440.000 e- KTP yang telah diserahkan kepada kecamatan seluruh Indonesai, “ ujar Hadi