JAKARTA-Koalisi masyarakat sipil untuk keadilan ekonomi melakukan aksi penolakan terhadap perjanjian The Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang sedang dirundingkan oleh Indonesia. Penolakan tersebut dilakukan karena isi perjanjian RCEP akan melegalisasi perampasan hak rakyat atas keadilan ekonomi.
Direktur Indonesia for Global Justice (IGJ) Rachmi Hertanti menilai aturan RCEP hanya akan memberikan perlindungan dan memfasilitasi kebebasan investasi dan perdagangan kepada investor menurut koalisi.
Perundingan Intersesional RCEP yang berlangsung 23-25 Agustus 2019, di Jakarta, Indonesia dilakukan untuk mendorong percepatan penyelesaian perundingan RCEP di akhir tahun 2019.
“Sudah banyak bukti kedaulatan negara hilang akibat perjanjian perdagangan bebas. Banyak gugatan dihadapi oleh Indonesia karena pemerintah membuat regulasi nasional yang bertentangan dengan komitmen liberalisasi pasar dari perjanjian internasional. Kasus gugatan di WTO termasuk gugatan ISDS oleh investor asing menunjukan hilangnya kedaulatan pemerintah dibawah kepentingan investor yang telah dijanjikan dalam perjanjian perdagangan bebas,” terang Rachmi.
Lebih lanjut Rachmi menegaskan bahwa perjanjian RCEP dan perjanjian perdagangan bebas lainnya bukan hanya mendiskusi tariff ekspor dan impor. Tetapi juga akan merundingkan prinsip-prinsip hukum perjanjian yang akan mengikat negara anggotanya untuk mengharmonisasi regulasi nasional dengan level komitmen liberalisasi yang lebih tinggi.
Ada penegakan hukum dan sanksi yang berlaku terhadap negara anggota yang tidak menjalankan komitmen liberalisasinya. Pada akhirnya Kedaulatan negara tersandera dengan aturan perjanjian perdagangan bebas yang tentunya bertentangan dengan Konstitusi.
“Meratifikan RCEP bukan sekedar menghitung berapa potensi ekspor Indonesia, tetapi harus dihitung juga dampak terhadap hak rakyat Indonesia yang hilang akibat pengabaian amanat Konstitusi dari pelaksanaan perjanjian tersebut. Bahkan, putusan Mahkamah Konstitusi dalam proses judicial review terhadap undang-undang berpotensi bertentangan dengan komitmen liberalisasi pasar dalam perjanjian RCEP,” ujarnya.
Ketentuan liberalisasi sektor jasa dan investasi yang diatur dalam RCEP, menyebabkan perjuangan untuk memastikan kebijakan yang melindungi kepentingan rakyat menjadi hal mustahil. Secara khusus mekanisme sengketa investasi antara investor dengan negara yang diatur dalam RCEP akan menyandera negara untuk mempertahankan dan mengeluarkan kebijakan yang pro-investor ketimbang pro-rakyat.
Selain itu, aturan standstill dan rachetbaik dalam Bab Jasa maupun Bab Investasi RCEP akan menjadi ancaman bagi perlindungan hak rakyat. Ketentuan “standstill”mengandung makna bahwa negara anggota RCEP nantinya diwajibkan semaksimal mungkin untuk konsisten dengan regulasi domestik saat ini dan dilarang untuk mengubah kebijakan atau mengeluarkan peraturan baru yang tidak sesuai dengan isi perjanjian.
Komentari tentang post ini