Dalam kondisi ini, menurut dia, fleksibilitas kebijakan menjadi penting agar pelaku ekonomi tidak resah dalam menghadapi ketidakpastian dan ruang gerak tidak terbatas.
“Kalau kita terlalu kaku, kita akan crack atau retak. Oleh karena itu, fleksibilitas adalah penting. Kita lihat secara terbuka, pragmatis dan lihat kenyataan dalam merespon,” ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah mengumumkan paket kebijakan jilid kedua berupa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah senilai Rp8,6 triliun bagi industri pengolahan selama enam bulan.
Pemerintah juga menunda pungutan PPh Pasal 22 Impor untuk 19 industri pengolahan periode April-September dengan perkiraan penundaan Rp8,15 triliun.
Selain itu, terdapat relaksasi berupa penundaan PPh Pasal 25 sebesar 30 persen untuk 19 industri pengolahan periode April-September dengan perkiraan pengurangan Rp4,2 triliun.
Pemerintah juga mengeluarkan stimulus fiskal berupa relaksasi pemberian restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi 19 industri pengolahan dengan besaran Rp1,97 triliun.
Komentari tentang post ini