Sayangnya, sebagaimana disinyalir Ketua FKUB Jateng, Prof. Dr. H. Mudjahirin Thohir, MA,kehidupan keberagamaan bangsa ini secara empiris masih kerap ditandai fenomena yang bersifat destruktif atas idealisme suci semua agama dan keyakinan dalam mengkonstruksikan relasi umat beragama yang harmonis. Setidaknya, percikan-percikan intoleransi diskriminatif atas pemeluk agama dan keyakinan yang berbeda masih saja terjadi. “Hemat saya, bahkan ini bisa menjadi semacam bahaya laten yang setiap saat bisa meletup secara sporadis di berbagai tempat di negeri ini,” ujarnya.
Untuk itulah, jelasnya perlu langkah-langkah yang jujur, elegan dan cerdas untuk berani mendesain kedewasaan dan pendewasaan hidup beragama dalam masyarakat yang plural ini. Namun demikian, mendesain kedewasaan dan pendewasaan hidup beragama dan berkeyakinan memerlukan modal kerendahan hati dan keterbukaan untuk mengubah prasangka menjadi cinta penuh pemahaman, mengubah kebencian dan dendam menjadi kasih, mengubah semangat berselisih menjadi semangat hidup bersama dalam kerukunan.
Lebih dalam lagi, upaya mendesain kedewasaan dan pendewasaan hidup beragama dan berkeyakinan akan menjadi semacam ziarah perdamaian dan rekonsiliasi di muka bumi ini antar kita yang berbeda. Setiap tradisi agama apa pun lekat dengan damba ziarah perdamaian dan rekonsiliasi terus-menerus baik secara internal maupun eksternal. Upaya mendesain kedewasaan dan pendewasaan hidup beragama dan berkeyakinan akan menjadi bentuk pembangunan komitmen untuk bekerjasama dan membangun solidaritas antara umat beragama yang berbeda tak hanya di tingkat elite melainkan juga bersama semua orang dalam karya rekonstruksi spiritual dan moral di tengah masyarakat. “Di dalamnya, kita bersama dalam keberbedaan bekerja mewujudkan persaudaraan sejati lintas iman, agama, budaya dan kelompok. Kita bekerja sama sebagai saudari dan saudara yang sejati,” pungkasnya.