JAKARTA – Beberapa waktu terakhir, muncul pemberitaan bahwa kebangkrutan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) disebabkan oleh Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8 Tahun 2024.
Namun, sejumlah ahli menilai pandangan tersebut terlalu simplistis dan tidak tepat.
Kendati beberapa pengusaha tekstil merasa terdampak, para pakar menjelaskan, pailitnya Sritex lebih dipengaruhi faktor-faktor kompleks yang terjadi jauh sebelum Permendag 8/2024 diterapkan.
Permendag 8/2024 sebenarnya adalah revisi dari Permendag 36/2023.
Fokus peraturan ini adalah pengendalian impor barang tekstil dengan tujuan melindungi industri dalam negeri dari produk asing yang membanjiri pasar domestik. Permendag 8/2024 baru berlaku Mei 2024.
Para pakar menggarisbawahi bahwa kondisi finansial Sritex telah mengalami banyak tantangan berat, bahkan sebelum peraturan ini diberlakukan.
Ekonom dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, misalnya, menekankan bahwa permasalahan industri tekstil lokal tidak hanya soal regulasi baru, tetapi lebih banyak terkait tantangan lama yang belum terselesaikan, seperti tingginya harga energi dan bahan baku yang memengaruhi daya saing.
Komentari tentang post ini