Dengan ekspektasi pemangkasan FFR tahun ini yang lebih konservatif, bagaimana pandangan Anda terhadap Asia?
Asia menjadi salah satu pilar pertumbuhan global 2024. Mengacu pada publikasi World Bank, tahun ini China diproyeksikan tumbuh 4,8%, Indonesia tumbuh 5,0%, dan India tumbuh 6,6%. Penurunan inflasi dan pelonggaran moneter global serta perbaikan perdagangan dunia menjadi katalis positif bagi Asia. Sejak tahun 2023, aktivitas ekspor di Asia terus bertumbuh pesat. Pertumbuhan ini didominasi oleh performa industri di China dan India. Selain itu sentimen pasar terhadap China menunjukkan perbaikan, tercermin dari outlook pertumbuhan ekonomi China yang terus direvisi naik mencapai 5%. Investor asing juga menunjukkan minat mereka kembali ke pasar China yang terlihat dari arus modal asing yang semakin meningkat dibandingkan akhir tahun 2023. Namun memang tidak bisa dipungkiri, pandangan higher for longer FFR dan penguatan USD memang menjadi ‘ganjalan’ jangka pendek bagi pasar Asia, dan kuncinya kembali lagi pada sinyal yang diberikan oleh The Fed.
Beralih ke Indonesia, adakah hal-hal di luar ekspektasi yang Anda cermati selama paruh pertama 2024 ini?
Sejalan dengan ekspektasi awal tahun, perekonomian Indonesia setengah tahun ini tumbuh relatif stabil ditopang oleh tingkat konsumsi rumah tangga, inflasi yang terjaga, dan peningkatan belanja pemerintah. Namun – sama seperti kebanyakan negara kawasan – nilai tukar Rupiah anjlok di luar perkiraan menghadapi penyesuaian ekspektasi arah FFR. Ditambah dengan faktor musiman kenaikan permintaan valas oleh korporasi (termasuk untuk repatriasi dividen), serta persepsi terhadap kesinambungan fiskal, akhirnya Rupiah anjlok melewati level psikologis IDR 16000 per USD.