Sementara PLN tetap harus membeli listrik swasta sesuai skema TOP, meskipun penggunaan listrik merosot. Pembangkit listrik PLN seringkali terpaksa dimatikan untuk menghemat uang.
Padahal PLN harus tetap membayar kewajiban sangat besar, menggaji semua karyawan mereka, membayar energi primer batubara dan minyak dll, sesuai kontrak yang mereka sudah buat.
Demikin juga utang PLN kepada bank, kepada pasar keuangan, tetap harus dibayar tepat waktu. Sementara listrik tidak terjual, padahal pendapatan satunya PLN adalah dari menjual listrik, baik miliknya sendiri maupun milik swasta.
Pelemahan ekonomi sampai minus 5,32% adalah malapetaka buat PLN. Sementara swata pemilik pembangkit tidak menanggung resiko apapun. PLN yang harus jungkir-balik, mencari utang untuk bisa beli listrik swasta.
Sementara PLN sibuk cari utang baru untuk membayar utang lama dan kewajiban lainya.
Sedangkan swasta pemilik pembangkit ongkang-ongkang menerima bayaran setiap menit hasil jual listrik melalui jaringan kabel PLN.
Penulis adalah Pengamat Ekonomi Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) di Jakarta
Komentari tentang post ini