Selain itu, akses publik terhadap kesehatan akan semakin sempit, khususnya akses terhadap obat-obatan yang murah dan berkualitas. Sindi Putri, Advokasi Indonesia AIDS Coalition (IAC), menyebutkan bahwa pengaturan standar tinggi Hak kekayaan intelektual membuat jangka waktu hak paten semakin lama sehingga aturan ini akan mempertahankan monopoli paten oleh korporasi farmasi besar. “Monopoli paten ini akan berdampak harga obat menjadi tinggi dan akses obat murah (generik) bagi publik akan semakin sempit,” tegas Sindi.
Direktur Creata Wahyu Perdana, menjelaskan Keputusan bergabung ke dalam RCEP dilakukan secara sepihak tanpa meminta persetujuan rakyat. “Proses negosiasi perjanjian pun dilakukan secara tertutup dan menutup akses rakyat terhadap isi teks perundingan yang akan berdampak langsung terhadap publik. Ruang intervensi public terhadap isi perundingan perjanjian telah tertutup” tegas Wahyu.
Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ), Rachmi Hertanti, menilai bahwa selama ini pemerintah sangat berlaku diskriminatif dimana Pemerintah hanya mengutamakan kelompok pelaku usaha atau pengusaha. “Rakyat telah dilupakan, apalagi perundingan RCEP dilakukan secara tertutup dan rahasia. Sehingga tidak ada ruang intervensi publik di dalamnya” tegas Rachmi.
Komentari tentang post ini