JAKARTA-Pemerintah mengindikasikan adanya perusahaan manufaktur yang tidak jelas meminta impor baja lebih banyak. Tindakan inilah yang membuat neraca perdagangan mengalami defisit. “Banyak yang abal-abal, perusahaan tidak terkenal minta impor, justru yang minta seperti Toyota, Nissan itu sesuai kebutuhan, ” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Basis Industri Manufaktur (BIM) Kementerian Perindustrian, Harjanto, Rabu, (4/06/2014).
Menurut Harjanto, pengetatan impor mau tak mau harus dilakukan terutama untuk barang-barang kebutuhan Industri manufaktur. Hal itu karena jumlah industri baja yang ilegal lebih banyak dibandingkan dengan jumlah industri baja yang legal. “Yang di luar itu, yang tidak terkenal, justru minta impornya luar biasa besar, itu yang mengakibatkan neraca perdagangan anjlok,” terangnya.
Lebih jauh kata Harjanto, saat ini masih banyak kasus permintaan impor oleh salah satu perusahaan baja dimana permintaan tersebut tidak sinkron dengan kebutuhan yang diperlukan. “Kasus contoh ada satu investasi minta rekomendasi bangun pabrik 11 juta meter, contoh di tekstil, kemudian saya periksa, investasi hanya Rp 1 miliar, apa mungkin 11 juta meter hanya investasi Rp 1 miliar, tidak masuk akal itu,” ungkapnya