Semisal ulas Said, pilkada di Daerah Khusus Jakarta (DKJ).
Awalnya menukar Ridwan Kamil dari Jawa Barat (Jabar) ke Daerah Khusus Jakarta (DKJ), sekaligus menghadapi atau seakan-akan untuk menghadang Anis Baswedan.
Namun dengan munculnya mama Pramono Anung, peta juga berubah.
Apalagi, figur Pramono Anung menjadi titik temu antara Joko Widodo, Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri.
“Fakta politik baru inilah yang harus kita cermati, agar tidak semata-mata terpaku pada kerjasama politik formalistic,” tegasnya.
Demikian juga dengan munculnya figur Andika Perkasa di Jawa Tengah.
Apapun itu, Andika Perkasa itu pernah menjadi “simbol” karena pernah menjabat pucuk pimpinan TNI.
Latar belakang ini tidak bisa dianggap remeh.
“Saya kira, situasi ini juga mengubah peta pilkada di Jawa Tengah. Apalagi Pak Andika juga berhubungan baik dengan Pak Jokowi dan Pak Prabowo. Bahkan Pak Andika pernah menjadi pembantu Pak Jokowi saat menjabat Komandan Paspampres yang menjaga 24 jam Pak Jokowi saat bertugas ataupun tidak bertugas,” terangnya.
Lebih lanjut, Said mengatakan kontestasi pilkada adalah kontestasi figur.
Karena itu, yang “dijual” ke rakyat adalah figurnya, menyangkut prestasi, rekam jejak, kemampuan komunikasi politiknya dengan pemilih, strategi pemenangan, dukungan logistik, jaringan sosial, dll.