JAKARTA – Indonesia membutuhkan oposisi yang kuat bahkan oposisi garis keras.
Hal ini penting mengingat kerusakan yang ditimbulkan selama proses pemilu 2024 dan dampaknya pada kemerosotan dan kerusakan sistem demokrasi, kedaulatan rakyat dan konstitusi sangat parah.
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus mengatakan perlunya oposisi yang kuat dan beraliran “garis keras” di dalam dan di luar Parlemen.
Sebab realitas politik menunjukan watak dan perilaku pragmatisme telah mengidap di hampir seluruh Partai Politik.
Bahkan tanpa malu-malu meminta-minta jatah atau ditawarkan jatah kursi di Kabinet asal ingin jadi loyalis Pemerintah.
Oleh karena itu sangat diperlukan oposisi “Garis Keras” terhadap Pemerintahan ke depan.
, karena bagaimanapun pemerintahan hasil Pemilu 2024, berada di atas puing-puing kehancuran sistem demokrasi dan konstitisi yang diciptakan melalui kepemimpinan Jokowi yang sarat dengan Politik Dinasti, Nepotisme dan Kroniisme.
Lebih lanjut, Petrus menjelaskan politik Dinasti dan Nepotisme saat ini bakal bermetamorfosis menjadi sistem yang permanen.
Padahal hukum positif melarang dan mengancam dengan pidana penjara dan ini menjadi ancaman terbesar dengan daya rusak yang tinggi terhadap konstitusi.
Karena itu pembentukan dan pengorganisasian oposisi harus disiapkan secara matang.
Karena Indonesia tidak boleh tarik gigi mundur dan membiarkan kerusakan secara terstruktur, sistimatis dan masif terhadap sistem demokrasi, konstitusi dan kedaulatan rakyat demi tumbuh suburnya Politik Dinasti dan Nepotisme bermetamorfosis menjadi sistem yang permanen.
“Kita tidak boleh membiarkan Ganjar-Mahfud berjalan sendirian menjadi oposisi, melainkan perlu diperkuat dengan dukungan publik yang meluas, karena proses pengrusakan hingga terjadi anomali terhadap demokrasi, konstitusi dan penegakan hukum masih terus berlangsung, tidak bisa lagi dibendung dengan cara-cara yang biasa,” jelasnya.
Petrus menegaskan jika anomali dan pengrusakan terhadap demokrasi, konstitusi dan penegakan hukum dibiarkan berjalan terus, dikhawatirkan Dinasti Politik, Nepotisme dan Kroniisme akan bermetamorfosa menjadi sebuah sistem yang dilegalkan.
“Dan pada gilirannya akan menghancurkan cita-cita reformasi, cita-cita proklamasi 17-8-1945 dan tujuan negara,” pungkasnya.
Komentari tentang post ini