Tentu, publik menjadi bertanya, apa yang ada di benak para elit utama partai yang ikut main-main politik ini? Boleh jadi mereka menganggap politik itu mainan belaka sebagaimana dilakukan oleh anak-anak.
Karena itu, sangat wajar publik mempertanyakan di mana nurani dan intelektual para elit partai yang ikut bermain-main politik ala anak-anak.
Padahal, publik berharap para elit partai memiliki kepemimpinan yang visioner, ideologis bukan prakmatis, intelektual di bidangnya dan independent.
Jika betul harapan ini teruji, pertanyaan selanjutnya, mengapa mereka masih beramai-ramai berkelompok sehingga seolah-olah menciptakan calon tunggal (manusia) berhadapan dengan kotak kosong sebagai benda mati yang tidak pernah sekolah itu. Ini dapat disebut sebagai politik aneh, alias tidak sejalan dengan kemanusiaan yang beradab.
Lalu yang menarik disimak, pasti ada pemandu permainan terbentuknya calon tinggal itu. Tidak mungkin tidak ada pemandu. Sebagai pemandu, ia pemilik kuasa dan relasi kuasa yang power full.
Komentari tentang post ini