JAKARTA-Pilkada serentak 2015 diakui telah terlaksana dalam suasana aman. Namun dari aspek esensialisme masih menyisakan masalah, antara lain soal regulator dan lepas dari politik uang.
Apalagi tertundanya lima daerah dari 269 daerah yang melaksanakan Pilkada adalah menghilangkan makna serentak, padahal itu merupakan domain regulator. Demikian juga perlakuan adil terhadap para calon. “Saya melihat prinsip keadilan antara calon tidak tampak karena atribut disiapkan KPUD, akibatnya Pilkada tidak gairah,” kata Kepala Deputi IV Kantor Staf Presiden, Eko Sulistyo dalam diskusi bertema “Menyongsong Pilkada Serentak Gelombang 2 Tahun 2017” di Jakarta, Senin (15/2/2016).
Menurut Eko, perlu dipikirkan oleh semua pihak termasuk regulator, agar Pilkada sebagai pesta demokrasi pada tingkat lokal dapat bergairah. Sementara itu hasil Pilkada yang tidak disengketakan di MK harus dilantik agar proses pembangunan terus berjalan.
Lebih jauh kata Eko, tidak ada sistem elektoral dalam pemilu yang statis, karena dinamis sehingga sistem pemilu dapat mencerminkan watak pemerintahan. Keharusan PNS maupun anggota DPR/DPRD mundur atau tidak, saat penetapan calon bukanlah menjadi isu yang terlalu urgen, hal yang amat penting adalah isu korupsi.
“Ini harus tegas karena memori masyarakat kita ini pendek dan apalagi pemilih diguyur dengan uang, diranah inilah religi (kepercayaan pemilih terhadap figur) merupakan hal penting membangun konsolidasi demokrasi,” terang dia lagi.
Komentari tentang post ini