Selain itu juga soal nepotisme calon dari keluarga petahana, sambung Eko, termasuk ambang batas yang menjadi syarat untuk maju. Ini penting mendapat perhatian serius karena operasi kapital di daerah bisa melahirkan calon tunggal.
“Pilkada serentak 2015 haruslah menjadi pengalaman untuk menuju ke arah yang lebih baik dan harus dikaji serta dicermati betul supaya berjalan maksimal dalam menguji prinsip pemilu dan demokrasi pada penyelenggaraan Pilkada serentak 2017 dan 2018 maupun pemilu serentak 2019 nanti,” imbuhnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1/2015 merupakan landasan konstitusional penyelenggaraan Pilkada serentak, yang diselenggarakan melalui tiga gelombang.
Gelombang pertama pada 9 Desember 2015 bagi pejabat yang habis masa jabatannya 2015 serta Januari hingga Juli 2016.
Gelombang kedua pada Februari 2017 bagi mereka yang habis masa jabatannya Juni hingga Desember 2017. Sedangkan gelombang ketiga digelar pada Juni 2018 bagi pejabat yang habis masa tugasnya tahun 2018 dan 2019.
Sebelumnya Ketum Seknas Relawan Jokowi, Yamin menilai Pilkada serentak 2015 masih dekat dengan politik uang. Adanya para bohir dan juga para pialang di tingkat lokal sangat menentukan kemenangan para calon.
Komentari tentang post ini