Oleh:MH. Said Abdullah
Menjelang pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) seluruh masyarakat Indonesia, terutama kalangan elit politik perlu terus menebar suasana sejuk dan kondusif.
Berbagai komentar yang dapat memicu ketegangan, kecurigaan, konfrontasi sosial semaksimal mungkin harus dihindari.
Menjelang pasangan capres dan cawapres didaftarkan, peluang pilihan rakyat lebih akan mengerucut, dan melahirkan tindakan-tindakan politik baru.
Individu yang tadinya belum menentukan pilihan atau yang sudah menentukan pilihan bisa jadi berubah pilihan politiknya.
Keadaan ini tentu akan meningkatkan tensi politik nasional.
Meningkatnya tensi politik nasional menjelang pemilu adalah keadaan yang wajar dalam demokrasi.
Namun keluar dari kewajaran jika mengarah pada aksi kekerasan dan persinggungan suku, agama, dan ras.
Untuk itu, elit politik harus bisa menahan diri, para kaum cerdik pandai perlu terus mendorong ruang publik dalam arena pertarungan ide dan gagasan.
Sehingga pengaruhnya ke masyarakat yang berbeda dukungan tidak akan menimbulkan polarisasi sosial sangat tajam.
Perbedaan dukungan pada pasangan capres dan cawapres diharapkan sebatas hanya perbedaan pilihan di TPS.
Pilpres harus kita letakkan sebagai momentum memilih putra terbaik untuk memimpin negeri.
Kesepakatan kita menempuh jalan demokrasi sebagai alat menentukan pemimpin dan wakil di parlemen bukanlah tanpa dasar.
Demokrasi menjadi jalan paling partisipatif dalam pelibatan rakyat menentukan pemimpin, dan wakilnya.
Demokrasi menggantikan kekerasan jalanan menjadi kontestasi akal sehat, dan adu ketajaman visi masa depan, itulah sebabnya, dengan berdemokrasi yang baik kita bisa menunjukkan sebagai bangsa yang berkelas, bangsa yang berperadaban tinggi.
Komentari tentang post ini