Sejatinya, kata Pipink, Badan Pangan Nasional memiliki wewenang strategis dan taktis serta diyakini akan menjawab persoalan-persoalan pangan. Dalam UU Pangan, Pasal 151 UU Pangan, BPN harus telah terbentuk paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan yakni 2015.
“Patut diduga keengganan kelembagaan pangan dibentuk oleh pemerintah dan tidak mendapat dukungan yang kuat karena dapat mengurangi wewenang kementerian/lembaga yang mengurus pangan. Padahal draft pembentukan lembaga ini sudah disiapkan sejak lama,” tuturnya.
Sementara itu Wasekjen Kajian Strategis dan Advokasi BPP PISPI Suroyo mengungkapkan selain masalah BPN, pemerintah harus mengonsolidasikan sumber data utama yang valid. Dalam hal ini terutama BPS yang harus di depan. Sehingga kedepan antar kementerian dan lembaga tidak saling klaim kebenaran data yang dimiliki.
“Fokus dahulu benahi sumber data,terutama data hulu dari masalah perberasan, yaitu lahan,” terangnya.
Yang lebih penting lagi, kata Suroyo, jumlah existing real lahan sawah dan tadah hujan di Indonesia. Karena ini harus dapat dibuktikan dengan pendekatan Geospasial. “PISPI menilai masih banyak potensi pengembangan lahan-lahan pertanian di luar Jawa,”ucapnya.
Komentari tentang post ini