Dia mengkritik PLN kurang memiliki perencanaan yang matang. Disatu sisi ada daerah yang kekurangan supply listrik. Sementara daerah lainnya surplus, alias kelebihan.
“Nah, kelebihan ini mau dijual ke mana?,” terangnya sambil bertanya.
Dikatakan Mukhtarudin, DPR ingin tahu kelebihan supplay listrik ini mau dijual kemana.
“Karena kalau tidak ada yang menyerap, ya percuma saja,” ucapnya.
Berdasarkan data PLN, hingga Oktober 2019, Realisasi megaproyek 35.000 MW belum bertambah signifikan padahal sejumlah pembangkit besar yang masuk dalam proyek tersebut telah rampung.
Pembangkit yang masuk dalam megaproyek tersebut, baru sebanyak 11% atau sekitar 3.946 MW pembangkit yang beroperasi komersial (commercial operation date/COD).
Sisanya, sebanyak 65 persen atau 23.129,8 MW masih melakukan konstruksi, 20 persen atau 6.877,6 MW masih melakukan penyelesaian pendanaan (finnacial closing), 2% atau 829 MW sedang pengadaan, dan 2% atau 734 MW sedang tahap perencanaan.
Dari catatan, dua pembangkit besar yang seharusnya masuk pada sistem kelistrikan di Indonesia adalah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Jawa-7 dan PLTU Jawa-8 yang masing-masing berkapasitas 1.000 MW. Kedua proyek tersebut telah selesai melakukan konstruksi tetapi hingga saat ini belum juga COD dan masuk ke dalam sistem kelistrikan.
Komentari tentang post ini