Alhasil operasi ini berdampak pada kerusakan lingkungan yang panjang dan belum dipulihkan.
Atas nama kemajuan ekonomi, pembukaan lahan skala besar justru mencemari air, udara, dan laut yang berdampak pada terganggunya kesehatan warga, kerusakan pangan lokal, terutama sekitar tapak tambang.
“Jadi jika PMKRI turut terlibat dalam urusan tambang, ini sama halnya kami melestarikan persoalan-persoalan yang ada dan akan sangat paradoks dengan kerja-kerja yang kami lakukan selama ini, yaitu menjaga kedaulatan lingkungan. Kami menilai, rencana ini juga akan berisiko menimbulkan konflik agraria baru dengan masyarakat dan mempertajam ketimpangan sosial,” tegasnya.
Berdasarkan data KPA, sepanjang 2023, tambang menyebabkan 32 letusan konflik agraria di 127.525 hektar lahan dengan 48.622 keluarga dari 57 desa terdampak tambang.
PMKRI tidak memiliki kapasitas SDM dan teknologi yang mumpuni untuk mengurus tambang.
Tetapi sebagai elemen masyarakat sipil, kami memiliki komitmen dan sikap yang konsisten untuk melakukan checks and balances atas berbagai kebijakan yang timpang, teruma terhadap industri-industri ekstraktif seperti tambang.
Komentari tentang post ini