Meskipun ringan, pesan kisah kocak ini sangat gamblang: ukuran kapal maupun jabatan tidak ada artinya. Mercusuar tidak bisa mengubah haluannya.
Sebab haluannya bersifat tetap atau permanen. Hanya si nahkodalah yang memiliki pilihan apakah akan mengubah atau tidak mengubah haluannya.
Mercusuar itu ibarat prinsip. Prinsip tidak bisa diotak-atik. Prinsip bersifat universal dan abadi. Prinsip tidak berubah.
Prinsip tidak memandang usia, ras, keyakinan, gender atau status. Setiap orang terkena oleh prinsip itu. Seperti mercusuar, prinsip menyediakan tanda yang permanen, dan setiap orang dapat menetapkan arah yang mereka tuju, baik ketika sedang ada badai maupun dalam keadaan tenang, baik ketika gelap maupun terang.
Prinsip apa yang harus diterapkan dalam berpolitik? Dalam politik, orang mengejar kekuasaan.
Tetapi dalam konteks politik berprinsip, kekuasaan itu bukanlah tujuan, tetapi hanya sarana, medan atau arena tempat berkumpulnya para politisi yang sama-sama berkehendak baik untuk mewujudkan kebaikan umum.
Jika kebaikan umum itu terwujud maka para politisi itu telah sampai pada tujuan mereka diciptakan yaitu memuji, menghormati dan mengabdi Tuhan sang pencipta. Itulah esensi politik berprinsip itu.
Para politisi yang mempraktekkan politik berprinsip, biasanya mereka mempunyai visi yang jelas, inovatif dalam kebijakannya, rendah hati dalam penampilan, menjunjung tinggi pelayanan berkualitas, penuh empati pada penderitaan masyarakat, murah hati bagi yang kecil, lemah tak berdaya, gigih dalam memperjuangkan kepentingan orang-orang yang terpinggirkan.
Sebaliknya, praktek politik tanpa prinsip, hanya akan merusak kepribadian para politisi itu sendiri: nafsu liar, malas, rakus, iri hati, marah, sombong, lesu, pembohong, plin-plan, kata dan perbuatan tidak sejalan, hari ini bicara lain, esok bicara lain. Pada level paling buruk adalah korupsi, kolusi dan nepotisme. Semua hal negatif ini merusak sendi-sendi dalam hidup bernegara.
Komentari tentang post ini