Oleh: Nuryaman “Berry” Hariyanto
DALAM beberapa hari terakhir, tepatnya di penghujung Oktober 2023, ada perasaan “senasib serasa” yang dialami ribuan, bahkan jutaan pendukung, loyalis dan relawan Joko Widodo di seluruh Indonesia serta diaspora di sejumlah negara.
Mereka kesal, marah, tidak terima, sakit hati, bahkan tak sedikit yang akhirnya mengumpat dan memaki-maki menyaksikan langkah politik “jungkir balik” beraroma pengkhianatan yang diperlihatkan Jokowi di Pilpres 2024.
Jelas mereka berhak marah dan mengumpat, setelah sembilan tahun lamanya rela pasang badan untuk Jokowi.
Bahkan ada yang lebih dari sembilan tahun jika ditarik dari Pilkada Jakarta 2012.
Tapi, para loyalis Jokowi ini bukan pasang badan yang membabi buta layaknya “abdi dalem” Jokowi yang cenderung meminggirkan nilai-nilai kesejatian, moral dan etika.
Sebagian besar, mereka tetap rasional secara politik karena masih dituntun oleh elan ideologis tanpa teracuni hasrat kekuasaan pragmatis.
Bagi mereka, kala itu harapannya, di bawah kepemimpinan Jokowi, Indonesia bisa menjelma menjadi negara maju berlandaskan nilai-nilai spiritual Nusantara, seperti yang dicita-citakan para pendiri bangsa ini.
Selalu mengedepankan kepentingan rakyat, bangsa dan negara, dibanding kepentingan kelompok, golongan, apalagi keluarga!
Tujuannya, menjadikan Indonesia “Toto Titi Tentrem Kerti Raharjo, Gemah Ripah loh Jinawi”, Bersatu, Berdaulat, Adil dan Makmur.
Tapi apa lacur, kondisinya tiba-tiba berbalik 180 derajat hanya dalam waktu singkat. Sungguh menyedihkan.
Para loyalis Jokowi marah, “ngamuk” dan berbalik menyerang begitu mengetahui Jokowi mengambil langkah “jungkir balik” dengan memaksakan kehendak menjadikan anak kesayangannya, Gibran Rakabuming Raka, menjadi kontestan Bakal Cawapres mendampingi Prabowo Subianto.
Komentari tentang post ini