Oleh: Saiful Huda Ems
Saya heran sekali dengan tingkah laku politisi-politisi yang selalu bertopeng akademisi seperti Yusril Ihza Mahendra (YIM).
Dari era Orde Baru Soeharto sampai era Orde Demokrasi Cawe-Cawe Jokowi ini, peran orang seperti YIM selalu abu-abu, tidak pernah tegas di barisan putih atau hitamnya, tidak pernah tegas berada di kubu reformis ataukah di kubu penjilatnya.
Sebagai contoh, di masa Soeharto berjaya, YIM ikut berjaya berkat dukungannya pada Soeharto.
Namun disaat Soeharto digulingkan oleh Pemuda dan Mahasiswa, YIM tiba-tiba tampil bak tokoh reformis kesiangan.
Bila diamati, YIM si Mr. Plintat-plintut ini, nampaknya selalu setia pada Rezim dari masa ke masa demi mempertahankan eksistensi diri dan partai guremnya yang tidak pernah menang sepanjang sejarah.
Dia dahulu sebenarnya juga pernah kami kalahkan di PTUN saat dia menjadi kuasa hukumnya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Dan kami menjadi kuasa hukum dari pihak Kemenkumham R.I (Yasonna H. Laoly) dalam kasus Gugatan Pembubaran Ormas HTI di PTUN Jakarta Timur.
Namanya saja yang besar di media, namun aslinya tong kosong.
Makanya jangan heran YIM tidak pernah konsisten dengan ucapannya sendiri.
Pada periode pertama kepemimpinan nasional Jokowi, Yusril pernah mengata-ngatai Jokowi di forum terbuka, bahwa Jokowi itu bodoh, plonga-plongo dan main ubah sendiri Konstitusi sesuka hatinya.
Namun saat ia saya lawan dan saya tantang debat terbuka yang mau difasilitasi oleh beberapa media, serta saya katakan bahwa yang mengubah konstitusi itu bukan Jokowi tapi MPR di masanya, yang ketika itu diketuai oleh Amin Rais.
Yusril diam tak bisa membantah.
Ironisnya lagi ketika Yusril diiming-imingi Jokowi untuk menjadi Lawyer pribadi Jokowi, Yusril langsung balik badan dan menjadi pendukung terdepan Jokowi yang seolah-olah paling lantang bersuara membela Pemerintahan Jokowi.
Komentari tentang post ini