JAKARTA-Sebanyak 40 orang masyarakat adat Tano Batak dari Kabupaten Toba, Simalungun, Humbang Hasundutan dan Tapanuli Utara, korban PT. Toba Pulp Lestari (TPL) dan gabungan organisasi masyarakat sipil di Provinsi Sumatra Utara dan Nasional yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Rakyat (Gerak) Tutup TPL kembali mendesak Presiden Joko Widodo mencabut izin serta menutup perusahaan milik pengusaha Sukanto Tanoto itu.
Pasalnya, keberadaan PT. TPL ini telah mengorbankan dan mengancam kehidupan masyarakat adat Tano Batak selama puluhan tahun.
“Kami ingin menyampaikan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan PT. TPL sekian puluh tahun kepada Kementerian/Lembaga terkait dan menuntut Presiden Jokowi segera mencabut izin dan menutup PT. TPL seperti aspirasi dan tuntutan yang telah kami sampaikan sebelumnya,” ujar Aliansi Gerakan Rakyat (Gerak) Tutup TPL Sinung Karto dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Kamis (18/11).
Dia menjelaskan, di tengah masih belum berakhirnya pandemi corona dan pembatasan sosial yang masih berlangsung di berbagai wilayah, Gerak terpaksa melakukan perjalanan panjang Medan-Jakarta ini.
Sebab, tidak ada komitmen dan keseriusan dari Presiden Jokowi untuk menyelesaikan konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
Tampaknya, aksi jalan kaki yang telah dilakukan bulan Agustus yang lalu belum mampu menggugah hati pemerintah untuk segera mencabut izin dan menutup PT. TPL seperti aspirasi yang telah disampaikan langsung ke Presiden di Istana Negara.
“Kami warga Tano Batak, sebagai bagian dari warga Negara Indonesia sangat kecewa terhadap sikap Presiden Jokowi merespon tuntutan kami,” tegasnya.
Padahal, saat warga Tano Batak ke Jakarta pada Bulan Agustus lalu, Presiden berjanji akan menyelesaikan permasalahan ini dalam waktu sebulan.
Namun nyatanya hingga saat ini tidak ada tindak lanjut yang konkrit di lapangan.
Sebaliknya, yang terjadi tindakan intimidasi dan teror yang terus dilakukan oleh PT. TPL terhadap warga Tano Batak, korban dari keberadaan dan operasi perusahaan tersebut.
Oleh sebab itu, dia meminta keseriusan Presiden Jokowi untuk segera menanggapi aspirasi warga.
Karena terlalu banyak kerusakan lingkungan dan praktek perampasan tanah dengan dalih klaim kawasan hutan yang telah menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi masyarakat adat Tani Batak.
“Kami mengenal TPL sejak bernama PT. Inti Indorayon Utama (IIU) yang dimiliki oleh pengusaha Sukanto Tanoto (Tan Kang Hoo). Sejak tahun 1982, perusahaan IIU telah masuk ke kampung kami dimulai dengan peta penunjukkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK). Hingga hari ini, yang kami tahu, dasar hukum TPL beroperasi telah dilakukan revisi sebanyak 8 (delapan) kali,” ujarnya.
Komentari tentang post ini