Untuk itu, Mukhtarudin mendukung PT.Pertamina International Shipping (PIS) yang saat ini tengah membangun ekosistem dalam menghadapi ancaman krisis energi di kawasan Asia Tenggara yakni dengan memanfaatkan bahan bakar alternatif.
“Karena penggunaan bahan bakar alternatif tersebut lebih mudah jika dibandingkan dengan bahan bakar konvensional,” ujar Mukhtarudin.
Diketahui krisis energi bisa terjadi mengingat terbatasnya pasokan gas alam dan dipangkasnya produksi minyak bumi di tengah permintaan energi yang meningkat.
Tercukupinya kebutuhan energi merupakan kunci utama untuk terhindar dari krisis energi.
Sementara itu, kebutuhan energi pada 2050 diprediksi menyentuh angka 1.000 megaton.
Jumlah tersebut mengalami kenaikan signifikan apabila dibandingkan realisasi 2022, dimana realisasi kebutuhan energi sepanjang 2022 hanya mencapai 240 megaton.
“Jadi, saya kira bahwa bahan bakar alternatif ini merupakan suatu keharusan. Mengingat, Indonesia memiliki potensi produksi hidrogen yang signifikan melalui berbagai teknologi saat ini,” pungkas Mukhtarudin.***