Oleh: Uchok Sky Khadafi
Zaman Pemerintahan Jokowi, beras itu sangat mahal.
Biarpun beras bukan barang yang langka, tetapi tetap saja mahal, dan ditambah harga beras selalu naik, naik terus.
Padahal beras sangat dibutuhkan sebagai makanan pokok rakyat.
Dulu rakyat itu enak sekali. Masih menikmati harga beras yang murah meriah.
Selain harga beras yang murah, rakyat masih mendapat bantuan beras dari pemerintah dan gratis.
Di zaman Pemerintahan Jokowi saat ini, roda zaman sudah terbalik. Tidak ada lagi yang gratis.
Rakyat yang menerima atau mendapat beras dari pemerintah harus bayar. Tidak ada lagi beras yang gratis seperti dulu.
Lihat saja penerima bantuan pangan beras di Brebes Jawa Tengah harus dipungut Rp 10.000.
Katanya sih, uang pungutan tersebut untuk biaya bongkar muat. Padahal pungutan duit Rp 10 ribu buat rakyat itu sangat mahal sekali
Makanya tidak enak jadi rakyat.
Selalu ” diperas” dengan pungutan oleh oknum pejabat.
Akan lebih enak jadi pejabat Direksi Perum Bulog dapat mobil Alphard biarpun tidak ada payung hukumnya.
Sebagimana untuk diketahui, Perum Bulog menyewa kenderaan Operasi 8 unit Toyota New Alphard 2.5 G A/T tahun 2020 untuk para direksi.
Dan Jangka waktu sewa operasi selama 36 bulan terhitung sejak tanggal 1Juli 2020 sampai 30 Juni 2023.
Adapun biaya sewa kenderaan operasi tersebut yang telah ditetapkan sebesar Rp 11.2 miliar, atau Rp 312 juta perbulan.
Ini berarti, Perum Bulog menyewa Satu kendaraan untuk operasi untuk satu direksi sebesar Rp 35, 5 juta perbulan belum termasuk pajak PPN.
Namun dalam perkembangannya, dalam internal Perum Bulog terjadi perubahaan jumlah direksi.
Dari 8 menjadi 6 orang direksi. Maka proyek sewa kendaraan perum Bulog dari sewa berubah menjadi Car Ownership Program (COP).
Dan memberikan fasilitas kenderaan untuk direksi dengan skema COP belum ada aturannya di perum Bulog sehingga ada indikasi kerugian negara sebesar Rp 5, 8 miliar.
Maka untuk itu, kami dari CBA (Center For Budget Analisis) meminta aparat hukum baik Kejaksaan Agung atau KPK untuk melakukan penyelidikan atas proyek sewa atau Proyek COP kenderaan untuk para direksi Perum Bulog tersebut.
Dan biarpun katanya, proyek ini sudah dihentikan, tetapi kejaksaan Agung dan KPK harus tetap menyelidikinya.
Oleh karena, ada indikasi merugikan keuangan perum Bulog sebesar Rp 297 juta atas selisih pembayaran angsuran COP yang telah dilakukan.
Dan indikasi yang lain, yang merugikan keuangan perum Bulog adalah sebesar Rp 320 juta lantaran adanya selesih pembayaran angsuran COP yang dilakukan sampai perjanjian berakhir.
Serta indikasi yang terakhir, yang merugikan keuangan perum Bulog sebesar Rp 112 juta adalah selesih pembayaran biaya PKB dan STNK.
Penulis adalah Direktur Eksekutif Center for Budget Analisis (CBA) di Jakarta
Komentari tentang post ini