Oleh: Gabriel Mahal
Enam belas Guru Besar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi melaporkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim.
Bahkan didesak agar Ketua MK Anwar Usman diberhentikan dengan tidak hormat alias dipecat.
Ketua MK Anwar Usman memang berada di pusat pusaran masalah serius Putusan MK dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden yang diatur dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Jika kita cermati Putusan MK yang kontroversial itu, Ketua MK Anwar Usman tidak hanya patut diduga melanggar Kode Etik dan Perilaku Hakim, tetapi patut diduga telah melakukan pelanggaran hukum yang serius.
Dugaan pelanggaran hukum pertama adalah pelanggaran UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Hakim MK tunduk pada UU No. 48 Tahun 2009 yang juga mengatur tentang Hakim MK.
Pasal 17 ayat (4) UU Kehakiman menetapkan, “Ketua majelis, hakim anggota, jaksa, atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pihak yang diadili atau advokat”.
Pasal 17 ayat (5) UU Kehakiman No. 48 Tahun 2009 juga menetapkan, seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.
Komentari tentang post ini