YOGYAKARTA-Tutupnya aktivitas pariwisata di lereng Merapi akibat dampak virus corona membuat hampir seluruh pelaku wisata jip nihil pemasukan. Tak hanya kebingungan akan bagaimana menopang hidup, mereka juga kini sedang dipusingkan dengan cicilan di bank.
Mandegnya mereka dari pekerjaan ini membuat mereka terancam tak bisa membayar angsuran bank yang seharusnya rutin dibayarkan.
Diperkirakan sekitar 900 jip yang terdata saat ini, sebagian besar merupakan milik swadaya atau perorangan. Bambang Sugeng, sebagai orang yang dituakan di Asosiasi Lereng Merapi mengatakan bahwa saat ini wabah corona melumpuhkan perekonomian masyarakat yang bergantung dari sektor ekonomi.
“Ya terdampak sekali bukan hanya perkemahan, bukan hanya jip, tapi segala ruas (sektor pariwisata) kita bersama,” ujar pria yang akrab disapa Babe.
Diperkirakan ada sejumlah 800 hingga 900 usaha jip dari wilayah lereng merapi yang tidak beroperasi. Penutupan wisata tersebut ditutup total sejak Senin (23/3/2020).
Mereka tak punya pilihan selain mengindahkan anjuran pemerintah. Turis-turis yang tadinya akan menyewa jasa mereka pun urung, lantaran lebih memilih tidak pergi demi keselamatan mereka agar terhindar dari virus corona.
“Nah kemarin akhirnya begitu mendadak bahasanya. Mendadak akhirnya ditutup aktivitas untuk wisata. Padahal ya termasuk tamu dari sebagian besar kita mengandalkan dari luar daerah. Termasuk kita yang di bawah (lereng Merapi) ini bener-bener akhirnya tidak ada tamu. Akhirnya mengikuti juga anjuran pemerintah kita harus berhenti,” katanya.
Tak ada turis ditambah lagi ditutupnya wisata yang entah sampai kapan membuat mereka tak bisa menerka-nerka nasib mereka kedepannya. Apa lagi tanggungan para penggiat wisata tersebut tidak hanya untuk memenuhi pangan keluarga saja tapi juga mengangsur pinjaman di bank.
“Memang ada juga yang pinjam di bank, ada juga yang swadaya, juga ada yang jual sapi. Berbagai macam (sumber dana) untuk membeli jip itu. Mulai dari ojek ngumpulkan (uang), beli jip. Dari usaha sendiri ngumpulkan ada. Maka keberlangsungan itu cukup lumayan lah. Namun untuk keseharian dan sebagainya untuk perjalanan waktu ini, adanya ini yang menjadi keprihatinan,” kata Babe.
Setidaknya jika ditotal dari kumpulan pelaku usaha wisata jip tersebut, sebanyak 80 persen anggotanya memiliki pinjaman di bank. Situasi seperti ini membuat dilema. Mereka tidak mendapat pemasukan namun tetap harus membayarkan angsuran.
“Perekonomian langsung berhenti. padahal dari temen-temen kita semua merasakan nanti bagaimana kedepannya, bagaimana untuk mengembalikan. Istilahnya sebagai nasabah menjadi kebingungan. Hari ini seminggu, dua minggu, masih bertahan hidup. Lha tapi kan kita yang nggak tahu (rencana kedepannya) karena pinjaman mereka cukup lumayan (besar),” ujar pria pengelola bumi perkemahan Wonogondang.
Komentari tentang post ini