Oleh: Bambang Soesatyo
Anggota Komisi III DPR RI
Panggung politik nasional sepanjang 2013 memang lebih dinamis, karena para politisi mulai berancang-ancang menuju tahun pemilihan umum pada 2014, baik pemilihan anggota legislatif (Pileg) maupun pemilihan presiden (Pilpres). Namun, dinamika politik 2013 banyak dipengaruhi oleh sejumlah peristiwa yang berkait dengan penegakan hukum. Pasalnya, tak sedikit pejabat ataupun penyelenggara negara yang dicokok aparat penegak hukum terkait kasus suap.
Penyimpangan proses penegakan hukum nyaris telanjang di ruang publik, ditandai dengan menguatnya peran mafia peradilan, tebang pilih atau diskriminasi, hingga tawar-menawar dakwaan dan vonis pengadilan. Ketelanjangan penyimpangan itu bisa dirasakan atau dilihat semua elemen masyarakat, dari kelompok pemerhati sampai orang kebanyakan yang awam hukum. Tragisnya lagi, baik pemerintah maupun penegak hukum bahkan tidak lagi merasa malu mempertontonkan perlaku menyimpang. Ibarat kendaraan bermotor, hukum di negara ini rusak parah.
Sepanjang 2013 ini, seluruh elemen rakyat juga harus menghadapi kenyataan pahit, karena tergambar dengan jelas bahwa negara ini dikelola oleh birokrasi pemerintahan yang sarat parasit. Oleh karena itu, dalam konteks tata kelola pemerintahan yang bersih, gambaran 2013 justru semakin buruk. Segala sesuatu yang buruk di tahun sebelumnya berlanjut dan bereskalasi di tahun 2013. Tahun ini tidak lebih baik dari tahun sebelumnya. Bahkan dari aspek moral, terjadi gejala set back, sehingga berkembang guyon publik tentang Indonesia sebagai negara oto pilot.
Selain cerita tentang sepak terjang Bunda Putri dan Sengman Tjahya, ada cerita baru tentang Bunda-bunda lainnya. Tema ceritanya tak jauh dari korupsi dan manipulasi. Karena semua cerita tak sedap itu, Pemerintahan SBY-Boediono bahkan sudah tak punya lagi argumentasi untuk mengklaim pemerintahan mereka bersih. Alih-alih bersih dan berwibawa, beberapa kasus korupsi yang sudah terungkap justru menghadirkan gambar birokrasi yang menyimpang.
Dari kasus suap impor daging sapi, muncul sosok dengan identitas Bunda Putri. Perempuan ini digambarkan sangat powerfull, karena dia bisa urun rembuk dalam proses reshuffle kabinet. Sudah terkonfirmasi bahwa Bunda Putri itu ternyata hanya istri seorang Dirjen di Kementerian Pertanian. Kalau hanya seperti itu statusnya, bagaimana mungkin dia bisa langsung memengaruhi proses reshuffle kabinet? Kekuatan itu pasti didapatkan Bunda Putri dari orang lain yang pastinya sangat dekat pemegang hak prerogatif dalam penyusunan formasi kabinet.
Ada juga sosok Sengman Tjahya yang mengaku sangat dekat dengan istana. Beberapa tahun lalu, dia masih dikenal sebagai pebisnis properti dari Palembang. Tahun-tahun belakangan ini, pengusaha lainnya mencatat bahwa Sengman mengalihkan fokus bisnisnya ke impor bahan pangan. Tak heran jika namanya kemudian muncul dalam kasus suap impor daging sapi, sebagai pihak yang diduga menerima dan membawa uang suap Rp 40 miliar.
Komentari tentang post ini