Pada kasus Hambalang, muncul perempuan lain dengan identitas Bu Pur. Upayanya mendapatkan paket proyek, berdasarkan pengakuan Bu Pur dalam BAP, dilaporkannya kepada ibu negara. Dari kasus suap yang melibatkan mantan kepala SKK Migas Rudi Rubiandini, para saksi menyebut nama keluarga dan kerabat presiden seperti Widodo yang mengaku sepupu SBY. Beberapa nama lain dari kantor Presiden, termasuk nama Sekretaris Kabinet Dipo Alam dan Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi juga disebut-sebut.
Di tahun 2014, penuntasan kasus-kasus korupsi besar tersebut tentu sangat dinanti masyarakat. Bukan saja karena faktor dugaan keterlibatan para tokoh atau elit dalam kasus-kasus itu, tetapi juga karena proses hukum yang terjadi pada akhirnya, akan melahirkan dampak politik. Bisa dipastikan bahwa kelanjutan proses hukum kasus Bank Century, kasus Hambalang, SKK Migas akan menimbulkan kebisingan politik lagi. Bahkan mungkin lebih bising dari sebelumnya, karena akan mulai menyentuh nama-nama ‘kramat’ yang selama ini mendapat proteksi politik luar biasa dari kekuasaan, seiring dengan terjadinya peralihan kepemimpinan nasional pada Oktober 2014.
Pada kasus Bank Century, KPK kian tajam menyelidiki penyimpangan yang dilakukan mantan Gubernur BI Boediono. Konstruksi pemahaman publik terhadap skandal Bank Century sedikit bergeser menyusul penegasan Boediono mengenai misteri gelembung dana talangan. Melalui penjelasan pers usai menjalani pemeriksaan KPK belum lama ini, mantan Gubernur BI itu menegaskan, dana talangan awal yang direkomendasikan BI untuk Bank Century hanya Rp 632 miliar. Talangan membengkak jadi Rp 2,7 triliun, kemudian menggelembung sampai Rp 6,7 triliun saat berada di tangan LPS (sebuah lembaga yang bertanggung jawab langsung ke Presiden) dan pengawas Bank Century yang kemudian diubah menjadi Bank Mutiara. “Setelah itu, yang terjadi adalah antara LPS dan pengawas bank. Saya kira di situ jawabannya,” kata Boediono.
Tak mau dikambinghitamkan begitu saja, Ketua Dewan Komisioner LPS, Heru, langsung membantah Boediono. Heru menegaskan, LPS, berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004, harus melaksankaan mandat yang ditetapkan oleh KSSK maupun komite koordinasi. Tidak ada opsi lain dalam melaksanakan mandat itu karena diatur dalam undang undang. Bantahan LPS sudah lebih dari cukup untuk menggambarkan ketidakberesan perhitungan dan pencairan dana talangan itu. Kalau Boediono juga mengambinghitamkan pengawas bank, dia juga harus memikul kesalahan itu karena fungsi pengawasan bank saat itu mutlak wewenang BI.
Boediono juga menegaskan, Bank Century tidak di-bailout, melainkan diambilalih. Sebelum masyarakat terkecoh, dibukalah dokumen 21 November 2008 yang memuat pernyataan Robert Tantular. Dia, dalam kapasitasnya sebagai Direktur Utama PT Century Mega Investindo, minta diikutsertakan dalam penanganan PT Bank Century Tbk oleh LPS.
Dalam dokumen itu, Robert menyatakan siap menyetor tambahan modal minimal 20% dari perkiraan biaya penanganan yang ditetapkan LPS dalam jangka waktu 35 hari sejak surat pernyataannya ditandatangani. Maka, sangat jelas Bank Century sejatinya di-bailout karena pemegang saham lama dilibatkan dalam proses itu, bukan diambilalih.
Keterlibatan Boediono kembali dipertegas oleh curahan hati Ketua KSSK/Menteri Keuangan Sri Mulyani kepada Yusuf Kalla bahwa dia merasa telah dibohongi oleh orang-orang BI. Keluh kesah Sri Mulyani ini saja sudah menjadi persoalan besar tersendiri. Ketua KSSK tahu dia telah dibohongi BI. Karenanya, KPK harus terus menagih pertanggungjawaban Kasus Century. Berapa pun harganya, mega skandal Bank Century harus dituntaskan agar tidak menjadi preseden bagi setiap pejabat tinggi negara menyalahgunakan.
Komentari tentang post ini