Konflik Sosial
Masalah lain yang terjadi di tahun 2013 dan harus menjadi perhatian di tahun 2014 adalah konflik sosial. Kementerian Dalam Negeri mencatat, sejak 2010 sampai hingga menjelang akhir 2013, konflik sosial di sejumlah daerah memperlihatkan kecenderungan yang meningkat. Pada 2010 terdata 93 konflik dan per 2011 sebanyak 77 konflik. Pada 2012 sebanyak 128 konflik dan di tahun 2013 hingga akhir September terjadi 53 konflik. Ada beberapa penyebab terjadinya konflik sosial. Mulai dari faktor ekonomi, sosial budaya, agama hingga politik.
Berdasarkan kecenderungan itu, Kemendagri telah berkoordinasi dengan semua kepala daerah untuk bersama-sama melakukan antisipasi. Dari koordinasi itu, pemerintah pusat mendapatkan akses untuk memantau 6.334 kecamatan di seluruh pelosok tanah air.
Khusus mengenai konflik yang berlatarbelakang sengketa agraria, kecenderungannya pun cukup mengkhawatirkan. Untuk tahun 2012-2013, misalnya, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat terjadi 618 kasus konflik pertanahan di seluruh Indonesia. Kalau mengacu pada catatan 2010 dan 2011, kasus konflik agraria memang terus meningkat. Hingga tahun ini, luas areal yang disengketakan sudah mencapai 2.399.314,49 hektar lebih, melibatkan kepentingan 731.342 kepala keluarga (KK).
Oleh Kemendagri, aparatur pemerintah daerah memang telah didorong untuk mendata, menyiapkan tindakan antisipatif dan membangun dialog dengan warga di daerah rawan konflik. Tetapi, pengalaman membuktikan bahwa peran aparatur pemerintah daerah saja tidak cukup kuat untuk mencegah letusan konflik. Contohnya, pada kasus konflik horizontal di sebuah kecamatan di Flores Timur, aparatur pemerintah daerah malah dikejar-kejar warga yang sedang berkonflik.
Karena alasan seperti itulah diperlukan kehadiran Polri dan aparat penegak hukum lainnya. Bahkan, jika kondisinya sangat gawat seperti di Posi, kehadiran prajurit TNI sah-sah saja. Target utama atau prioritasnya adalah mencegah letusan konflik. Harus ada upaya maksimal dari negara untuk mencegah konflik berdarah antarwarga. Ini yang utama. Sebab, manakala konflik berdarah sudah terjadi, korban tewas biasanya sulit dihindari.
Akhirnya, menuju akhir tahun 2013 ini, segenap komponen rakyat perlu melakukan introspeksi; mengapa tata kelola pemeritahan masih begitu amburadul di era modern seperti sekarang? Apakah semua kebobrokan itu terjadi karena kesalahan bersama dalam memilih pemimpin? Apakah sejarah akan berulang? Begitu sebuah rezim turun prabon, semua kasus besar korupsi akan terbongkar dan orang-orang yang selama ini tidak tersentuh oleh hukum akan diadili? Waullahualam!
Pertanyaan-pertanyaan seperti ini perlu dikemukakan, direnungkan dan dicari jawabannya. Selamat Tahun Baru 2014.
Komentari tentang post ini