Kedua, BI diminta turut menanggung beban bunga. Melalui burden sharing dan diskon bunga. Burden sharing dengan bunga 0 persen pada hakekatnya sama dengan cetak uang.
Rencananya, bantuan BI ini hanya untuk satu tahun. Tetapi sepertinya akan diperpanjang hingga 2022. Atau lebih?
Bisa jadi. Karena, menurut info, DPR sedang menggoreng (baca: membahas) revisi undang-undang tentang Bank Indonesia.
Katanya sih gorengan ini inisiatif DPR. Atau sebenarnya DPR ditugaskan oleh pemerintah? Ah sama saja.
Karena masyarakat melihat eksekutif dan legislatif sudah menjadi satu-kesatuan. Alias berkolaborasi. Yang seharusnya juga melanggar konstitusi dan TAP MPR.
Menurut rumor, revisi ini akan mengubah beberapa butir penting terkait UU BI.
Pertama, membentuk Dewan Moneter atau Dewan Kebijakan Ekonomi Makro. Katanya, Dewan terdiri dari 5 anggota dengan ketua Menteri Keuangan. Anggota lainnya adalah Ketua Bappenas, Gubernur BI, Deputi Gubernur Senior BI dan Ketua Dewan Komisioner OJK (Otoritas Jasa Keuangan).
Pembentukan Dewan Moneter atau sejenisnya akan menempatkan BI di bawah eksekutif. Berarti struktur BI kembali ke struktur pemerintahan orde lama tahun 1953, yang kemudian berlanjut ke pemerintahan orde baru. Struktur ini membuat kebijakan moneter tidak terkendali, ‘cetak uang’ berlebihan, mengakibatkan turbulensi dan krisis ekonomi.
Komentari tentang post ini