Benny berharap agar kelembagaan KPU harus diperkuat. Penguataan kelembagaan ini tidak hanya soal anggaran, tetapi juga terkait kewenangan.
Ia memberi contoh, KPU di Thailand yang lebih berwibawa dan powerfull. Mereka memiliki kartu kuning dan kartu merah, seperti layaknya wasit dalam permainan sepak bola. Bahkan, mereka dapat mendiskualifikasi peserta yang terbukti melakukan kecurangan.
“Fenomena ini masih langka terjadi di Indonesia. Sebab permasalahan tindak pidana seperti politik uang, kasusnya acapkali ditaruh di peties alias tidak pernah diusut secara hukum,” ucap Benny.
Selain itu, Benny setuju adanya pembatasan dana kampanye pasangan calon kepala daerah. Ia mendukung adanya aturan tegas tentang pembatasan dana kampanye. Iklan di televisi harus dibatasi. Harapannya agar para pasangan calon terjun langsung di masyarakat.
“Kampanye tatap muka sebenarnya lebih efektif dan membangun budaya dialogis, tidak monolog seperti iklan di televisi, radio, media cetak dan media online,” katanya.
Ia mendorong KPU dan parpol agar melaksanakan pilkada yang berintegritas supaya rakyat memiliki pemimpin yang berkualitas.
“Melalui pilkada telah lahir pemimpin rakyat seperti Joko Widodo, Basuki Tjahaja Purnama, Tri Rismaharini, Dedi Mulyadi, Ganjar Pranowo, dan Ridwan Kamil,” Benny sekadar memberi contoh.
Ia menjelaskan dalam skala yang lebih makro, kasus korupsi di pemerintahan daerah membuktikan kegagalan KPU dan parpol yang tidak dapat memunculkan orang-orang bersih, sekaligus tidak dapat membuat sistem yang dapat melahirkan pemimpin bersih.
Komentari tentang post ini