JAKARTA-RESPUBLICA Political Institute (RPI) mengapresiasi langkah PDI Perjuangan yang akan mengusung agenda perubahan UUD 1945 dalam Rekernas I PDI Perjuangan pada 10-12 Januari 2016 di Jakarta.
Direktur Eksekutif RPI, Benny Sabdo menyoroti lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) kini tugas utamanya justru sosialisasi Pancasila, NKRI, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika.
Menurut Benny, perubahan UUD 1945 telah menimbulkan kontroversi karena perubahan distribusi kekuasaan lembaga-lembaga negara hanya didasarkan pada teori yang berasal dari Amerika Serikat (AS).
Kontroversi antara lain tentang lembaga tertinggi yang tidak dikenal di sistem pemerintahan AS tetapi dikenal di sistem pemerintahan Inggris.
Ia menandaskan konsep MPR tidak tercipta dari ruang hampa.
Tokoh penyusun UUD 1945 mendapat inspirasi dari sistem pemerintahan Inggris yang memiliki lembaga tertinggi, yaitu parlemen, tempat kedaulatan rakyat berada.
“Penyusun UUD 1945 tidak punya niat sedikit pun untuk menjiplak struktur pemerintahan negara lain, sebab itu keberadaan MPR disesuaikan dengan budaya politik Indonesia,” ucap Benny di Jakarta, Kamis (7/1).
Sebelumnya, Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Ahmad Basarah mengatakan Rakernas PDI Perjuangan mendatang bakal membahas penguatan MPR dan menghidupkan Garis Besar Haluan Negara (GBHN) lagi.
PDI Perjuangan ingin MPR punya kewenangan menyusun dan menetapkan GBHN agar pembangunan lebih terpadu.
Opsi yang dimungkinkan untuk menghidupkan GBHN adalah dengan amandemen UUD 1945.
Menurut Benny, dalam rancangan UUD 1945 yang pertama, ada tiga pasal tentang MPR, yaitu: Pasal 1 ayat (2): “Kedaulatan berada ditangan rakyat, yang dilakukan sepenuhnya oleh Badan Permusyawaratan Rakyat.”
Pasal 18 ayat (1): “Badan Permusyawaratan Rakyat terdiri dari anggota-anggota DPR, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang.” Pasal 19: “Badan Permusyawaratan menetapkan UUD dan GBHN.”
Ia menegaskan MPR dapat dianggap sebagai lembaga tertinggi karena fungsinya membuat atau mengubah UUD (supreme law of the land).
Undang-undang, yang hirarkinya dibawah UUD, dibuat oleh DPR, suatu lembaga legislatif yang lebih rendah daripada MPR dalam arti bila undang-undang yang dibuatnya tidak selaras dengan UUD maka akan terkena asas Lex superior derogate lex inferiori.
Komentari tentang post ini