Benny juga mengapresiasi PDI Perjuangan dibawah kepemimpinan Megawati Sukarnoputeri relatif solid dibandingkan partai-partai lain, seperti Golkar dan PPP.
Memimpin PDI Perjuangan yang berideologi Pancasila yang Soekarnois nasionalistik tidak mudah.
“Apalagi, PDI Perjuangan adalah hasil fusi paksa lima partai, yakni Partai Nasional Indonesia, Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia, Partai Musyawarah Rakyat Banyak, Partai Kristen Indonesia, dan Partai Katolik,” jelasnya.
Posisi PDI Perjuangan sebagai partai besar juga tak tergoyahkan.
Dua kali menjadi partai penguasa di Tanah Air: Megawati menjadi presiden 2001-2004 dan Joko Widodo 2014-2019.
“PDI Perjuangan selalu mampu melakukan kontestasi politik dalam kondisi prima. Karena itu, ia tidak pernah terperosok menjadi partai paria,” pujinya.
Namun, Benny juga mengkritisi PDI Perjuangan agar berbenah diri menjadi partai yang modern.
“Sebelum berbicara gagasan besar, semestinya perlu membuat fondasi yang kuat,” katanya.
Menurutnya, partai harus dikelola secara profesional.
PDI Perjuangan sudah melakukan teorbosan dengan melakukan sekolah partai.
Tapi hal itu masih bersifat parsial.
“Harus ada terobosan yang lebih bersifat struktural. Kepengurusan partai sebaiknya dibagi ke dalam tiga komponen, yaitu kader wakil rakyat, kader pejabat eksekutif, dan pengelola profesional,” urainya.
Ketiganya diatur dalam struktur yang terpisah, dan tidak boleh ada rangkap jabatan.
Pola rekrutmen dan promosi diharuskan mengikuti jalur yang sudah ditentukan dalam salah satu dari ketiga jalur tersebut.
Jika seseorang berminat menjadi anggota DPR/DPRD, maka ia sejak awal masuk menjadi anggota Dewan Perwakilan Partai, yang disediakan tersendiri strukturnya dalam kepengurusan partai.
“Sedangkan kader yang berminat duduk di lembaga eksekutif tidak duduk di Dewan Perwakilan Partai, tetapi duduk dalam Dewan Kabinet,” ucap Benny.
Komentari tentang post ini