JAKARTA-Nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika (USD) terus terpuruk hingga menyentuh angka Rp 14.000 per USD. Jika tak dikendalikan dengan baik, mata uang garuda ini bisa ambruk hingga ke level seperti krisis 1998, dimana kala itu rupiah merosot hingga Rp 17 ribu per dolar AS.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai pemerintah masih terlihat santai dalam menghadapi kemerosotan rupiah. Ini lantaran, ekonomi Indonesia dianggap belum berada pada situasi genting. “Jadi masih percaya ketika aliran modal asing keluar belum signifikan, Indonesia masih aman. Fundamental ekonominya masih bagus kok. Modal asing itu per detik saja bisa kabur, buktinya kemarin sudah mulai capital flight sekaligus suku bunga tinggi,” kata Enny kepada wartawan, Jakarta, Senin (24/8).
Seperi diketahui, nilai tukar mata uang negara ASEAN mayoritas melemah terhadap dolar Amerika (USD) pada hari ini, Senin (24/8). Nilai tukar Rupiah saja melemah hingga menyentuh angka Rp 14.000 per USD. Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar Rupiah sempat menyentuh angka Rp 14,014 per USD. Tidak hanya Rupiah, Ringgit Malaysia juga anjlok parah terhadap USD. Ringgit melemah hingga 9 sen terhadap USD hingga diperdagangkan pada RM 4,24 per USD. Ini merupakan titik terendah sejak 1997 silam.
Saat ini, jelas Enny, ekonomi Indonesia pun tengah melambat dan rupiah jatuh hingga mencapai Rp 14 ribu per USD. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,67 persen kuartal II-2015. “Krisis 1998 disebabkan oleh likuiditas perbankan yang tipis, sehingga tidak mampu membiayai sektor riil dan berdampak pada meningkatnya pengangguran,” ujar Enny.
“Pasti berpotensi krisis kalau rupiah terus menerus begini dan tidak ditangani. Bagaimana menahan rupiah agar tidak mempunyai implikasi terhadap daya beli serta penurunan investasi, itukan yang paling penting dan itu kan bisa dilakukan.”
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menilai pelemahan mata uang garuda ini dipicu adanya aksi jual besar-besaran dari investor asing di pasar saham global. Untuk itu, bank sentral terus melakukan pemantauan pasar global dan pada saat ini kondisi ekonomi dunia penuh ketidakpastian. Bahkan, pelaku pasar modal di seluruh dunia sedang terjadi aksi jual. “Ada global sell off jadi pelaku pasar modal hampir semua sedang lepas saham. Ini berdampak ke Indonesia,” kata Gubernur BI, Agus Martowardojo di di gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jakarta, Senin (24/8).
Komentari tentang post ini