“Anjloknya rupiah membuat impor BBM semakin tinggi, sehingga membebani APBN,” tambahnya.
Celakanya, kata Rizal, beban ini makin bertambah, karena ada utang swasta yang jatuh tempo mencapai sekitar US$27 miliar dolar.
Ini juga menjadi beban yang tidak ringan, bagi pemerintah.
Dampak anjloknya rupiah ini, kata Rizal, akan merembet ke semua sektor, termasuk kemungkinan naiknya harga pangan, yang sumbernya berasal impor.
“Jadi akan ada ronde ke dua kenaikkan harga pangan, sebelum lebaran sudah naik, dan pasca lebaran bisa naik lagi,” tegasnya.
Kondisi saat ini, sambung Rizal, berbeda dengan situasi ekonomi Indonesia pada 2008. Kala itu, fundamental ekonomi Indonesia sangat bagus.
“Neraca perdagangan dan neraca pembayaran, keduanya sempat surplus, sehingga dampak resesi ekonomi AS tak berpengaruh buat Indonesia,” ucapnya.
Seperti diketahui, pekan lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyinggung soal melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Menurutnya, pelemahan rupiah ini masih ringan jika dibandingkan mata uang negara Asia lainnya.