JAKARTA -Nilai tukar rupiah pada perdagangan Kamis (27/6) diperkirakan kembali melemah karena respon negatif pelaku pasar terhadap rencana The Fed yang mengurangi skala pembelian surat berharga guna memompa likuiditas di Amerika Serikat (AS).
“Rupiah diperdagangkan di range 9.940-10.000 per dollar AS,” ujar analis valas PT Bank Saudara Tbk, Rully Nova di Jakarta, Rabu (26/6).
Menurut dia, tekanan terhadap rupiah lebih banyak disebabkan oleh faktor eksternal.
Selain data ekonomi AS, data-data ekonomi China yang masih negatif.
Yang terbaru, China mengetatkan likuiditas untuk sistem perbankannya.
“Krisis likuiditas dari People’s Bank of China (PBoC) masih terjadi,” tutur dia.
Kekeringan likuiditas jelas dia memicu kejatuhan bursa saham Shanghai dan Asia.
Pasalnya, toleransi atas krisis likuiditas membuat suku bunga acuan di China naik, dan sempat menyentuh angka 12 persen. Akibatnya sudah jelas, aliran dana asing yang keluar (capital outflow) dari dalam negeri terjadi secara intens.
Kondisi ini mengindikasikan, pemulihan ekonomi China belum berjalan normal. Apalagi, data manufactur China juga belum membaik.