Dengan C18, Octadecenoic Acids yang mencapai 36,3 persen.
“Barang begitu bagus kok dibuat minyak goreng. Gimana itu peneliti peneliti kita PPKS itu,” ucapnya.
Sahat menyampaikan, hilirisasi sawit dengan teknologi yang ada saat ini nilai usahanya di tahun 2023 sudah mencapai USD 62,9 miliar.
Angka tersebut berasal dari hasil ekspor sebesar USD 38,4 miliar, domestik USD 21,4 miliar dan biomassa USD 3,1 miliar.
“Hilirisasi Industri Sawit dengan jumlah jenis produk sebanyak 54 jenis di tahun 2007 meningkat ke 179 jenis di tahun 2023, dan kesempatan masih terbuka luas untuk dikembangkan agar meningkatkan revenue sawit kita,” ujar Sahat.
Meski cukup mengalami peningkatan, dia menyebut hilirisasi industri sawit Indonesia masih kalah dengan Malaysia.
Sebab negara tetangga sudah mempunyai sekitar 260 produk turunan sawit.
Padahal, Malayasia hanya mempunyai 5 juta hektar lahan, jauh di bawah Indonesia yang mencapai sekitar 16,8 juta hektare.
“Mereka bisa menghasilkan tokotrienol dari sawit. Tokotreanol 1 kg 800 dolar loh. Kenapa banyak? Karena pengusaha aman disana. Enggak tiba-tiba pengusaha didatangi kesatuan pemuda setempat, regulasi berubah-ubah. Di Indonesia besar potensinya tapi pelaku usaha takut,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Sahat menekankan perlunya satu badan khusus agar laju industri sawit bisa berjalan optimal. Agar tumpang tindih regulasi yang menghambat industri di sektor sawit, bisa diselesaikan.
“Agar kondusif jangan Kementerian-kementerian banyak cawe-cawe ke sawit. Kementerian lain hanya supporting. Ada satu badan jadinya,” ungkap Sahat.
Komentari tentang post ini