Menyinggung pembangunan smelter (tempat proses pemurnian mineral) pun memunculkan masalah. Menurut UU Minerba, seluruh industri minerba harus melakukan pemurnian di dalam negeri, dengan membangunsmelter paling lambat 31 Desember 2014. “Kenyataannya, tak ada smelter baru yang dibangun hingga saat ini. Kondisi-kondisi inilah yang membuat kita perlu untuk segera menuntaskan revisi UU Minerba,” terang anggota Fraksi Partai Golkar.
Sementara UU Migas perlu segera direvisi salah satunya adalah berkaitan dengan keputusan Mahkamah Konsitusi tentang pembubaran Badan Pengelolaan Kegiatan Hulu Migas (BP Migas).
Pengalihan pekerjaan BPP Migas kepada SKK Migas, menurut Satya, tidak sesuai dengan UU Migas yang berlaku saat ini. SKK Migas semestiya bersifat sementara (ad hoc). Namun, sudah lebih dari setahun SKK Migas masih ada.
Posisi SKK Migas berada di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pun membuat negara langsung berkontrak dengan kontraktor kontrak kerja sama migas (KKKS), dengan posisi yang sejajar. “Padahal, semestinya negara harus berada di atasnya,” ujarnya.
Komentari tentang post ini