Bahkan Arief jusru mencurigai ada mafia di BPK dalam mengaudit laporan Keuangan BUMN sehinggga objek bancaan oleh oknum Direksi dan pegawai BUMN sulit dibuktikan.
Seperti contoh PGN yang merupakan perusahaan gas yang akan menjadi anak bagian dari Holding energi dibawah Pertamina. Sebaiknya sebelum dimasukan dalam Holding, Kejaksaan Agung harus serius menangani kasus dugaan Korupsi FSRU di Lampung yang merugikan negara ratusan miliar.
Kasus ini bahkan sudah mangkrak hampir setahun lebih di Kejagung. Padahal, Kejagung sudah melakukan cekal terhadap Direktur Utama PGN terkait kasus tersebut . “Belum lagi berbagai dugaan kasus bancaan di PGN lainnya seperti terjadi ketidak wajaran harga gas yang diproduksi PGN yang begitu mahal harga hingga membebani dunia usaha,” terangnya.
Dia menjelaskan, ketidakinefisiensinan di PGN disebabkan struktur distribusi bertingkat atau berlapis. Artinya, PGN tidak menjual langsung kepada end user namun kepada trader-trader yang bertingkat, sehingga harga jual bisa sangat mahal. “Indikasi dugaan bancaan di PGN secara kasat mata bisa dilihat. Meski pendapatan PGN meningkat namun sebenarnya banyak biaya yang dikeluarkan sehingga tidak efisien. Apalagi, para trader itu bisa sampai tiga lapis. Nah coba periksa perusahaan yang menjadi trader – trader ditingkatan ke 1 dan ke 2 di PGN itu siapa? Apakah hubungan yang kuat atau jangan sampai semacam perusahaan dalam perusahaan,” imbuhnya.
Komentari tentang post ini